Rabu, 02 November 2011

Kontroversi Yayasan New 7 Wonders Pulau Komodo

Saat ini media-media di Indonesia gencar mempromosikan Pulau Komodo untuk menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia, selain itu mantan Wakil Presiden Indonesia Bpk. Jusuf Kalla pun menjadi salah satu duta Pulau Komodo untuk menjadi salah satu dari keajaiban dunia ini. Hampir di setiap saat kita mendengar, melihat iklan mengenai permintaan dukungan khususnya dengan mengirimkan SMS untuk menjadikan Pulau Komodo Indonesia menjadi tujuh keajaiban dunia.

Kontroversi Yayasan New 7 Wonders

Tetapi saat ini kredibilitas lembaga yang mengadakan polling memilih keajaiban dunia ini diragukan karena dikabarkan tidak jelas alamat keberadaannya. Hal ini menjadi polemik dan Kontroversi Yayasan New 7 Wonders yang memprakarsai acara kegiatan ini.

Hal ini terungkap dari pernyataan Duta Besar Indonesia untuk negara Swiss Djoko Susilo yang telah melakukan investigasi tentang keberadaan Yayasan Seven Wonder tersebut. Pihak KBRI telah melakukan penyelidikan mengenai alamat dari Yayasan tersebut, mereka melaporkan bahwa alamat kode pos N7W Foundation yaitu Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8034 Zurich ternyata tak sesuai. Alamat kode posnya seharusnya Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8008 Zurich, di mana terdapat Museum Heidi Weber yang diarsiteki Le Corbusier. Museum itu dibangun pada 1967 dan hanya buka pada musim panas (Juni, Juli, Agustus) dari pukul 14.00 – 17.00, hal ini yang menjadi salah satu yang mendasari informasi mengenai Kontroversi Yayasan New 7 Wonders.

Penyelidikan oleh pihak KBRI juga menemukan, sebagai yayasan, keberadaan New Seven Wonder unik. Yayasan itu tak jelas alamatnya, kecuali alamat email. Disebutkan bahwa New7Wonder ini berdiri di Panama, berbadan hukum Swiss, dan pengacaranya berada di Inggris. Di mata masyarakat Swiss sendiri pendiri Yayasan N7W atau New Seven Wonder, yaitu Bernard Weber, tidak dikenal. Yayasan itu pun bukan bagian dari UNESCO.

UNESCO merupakan lembaga Badan Perserikatan Dunia yang mengurusi Kebudayaan, pendidikan dan masalah sosial. di website UNESCO sendiri mengatakan bahwa pihak UNESCO tidak terlibat dalam acara kegiatan penyematan tujuh keajaiban alam ini. Di jelaskan di dalam Websitenya juga bahwa terjadi perbedaan metode yang digunakan dalam menentukan keajaiban alam, karena Yayasan New Seven Wonders ini hanya menggunakan polling atau vote terbanyak tanpa melihat aspek dan sisi ilmiah, sejarah, serta sosial masyarakat. Untuk lengkapnya bisa dilihat diwebsite UNESCO disini. Hal ini juga terlihat dari waktu pemilihan yang sudah berlangsung hampir 4 tahun yaitu sejak tahun 2007, dan katanya akan disematkan tanggal 11 November 2011 nanti.

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menarik diri untuk terlibat lebih jauh pemilihan 7 Keajaiban Alam ini, karena pada waktu itu Pemerintah Indonesia disyaratkan membayar sejumlah uang yang sangat besar kepada Yayasan N7W ini. Tetapi saat ini promosinya di urus oleh pihak swasta.

Jika dilihat lebih jauh pemilihan ini layaknya pemilihan Miss Universe atau Miss World dimana yang mengadakan adalah yayasan swasta yang memang profit oriented sifatnya. Maka bisa kita duga bahwa pemilihan tujuh keajaiban dunia ini sebetulnya memiliki konsep yang sama dengan pemilihan Miss Universe dan Miss World, cuma yang dipilih ini adalah keajaiban dunia.

Tidak ada yang salah sebetulnya dalam Kontroversi Yayasan New 7 Wonders , karena memang pada awalnya pihak swasta yang mengadakan kegiatan ini. Sehingga sangat wajar mereka mencari dana untuk mendukung kegiatan mereka, khususnya melalui SMS atau promosi lainnya. Dan masyarakat yang mendukung pun tidak salah karena memang ini merupakan salah satu kecintaan kita terhadap salah satu aset berharga milik Indonesia.

Cuma yang jangan sampai dilupakan adalah euforia dari Pemilihan tujuh keajaiban alam ini malah kita melupakan kondisi alam dan kehidupana di Pulau Komodo. Jangan sampai kita berpesta membicarakan Kebanggaan Komodo, disisi lain Pulau Komodo tercekik dan dilupakan tanpa ada perhatian langsung. Mungkin alangkah Lebih baik kita membantu konservasi taman komodo secara langsung, daripada sekedar mengirim SMS.

http://cdn.indonesia.travel/media/images/upload/news/625e363ce3.jpg

Kontroversi Yayasan New 7 Wonders

Maldives withdraws from New7Wonders of Nature competition, citing concerns over escalating fees

The Maldives has decided to immediately and unilaterally withdraw from the New7Wonders of Nature competition because of the New7Wonders organiser’s demand for expensive license fees and sponsorship packages in order to compete meaningfully in the remainder of the competition.

With regret, we are withdrawing from this competition because of the unexpected demands for large sums of money from the New7Wonders organisers. We no longer feel that continued participation in this competition is in the economic interests of the Maldives,” said Thoyyib Mohamed, Minister of State for Tourism, Arts and Culture, and Chairman of the Maldives Marketing and PR Corporation (MMPRC).

The Maldives originally agreed to participate in the New7Wonders of Nature competition in early 2009 and paid a participation administration fee of $199. However, the details of the joint initiatives and escalating costs were not clearly outlined prior to signing. Recently, the New7Wonders organisers have repeatedly asked the Maldives to pay significantly more money, including:

  • A Platinum sponsorship license fee at US $350,000.

  • Two Gold sponsorship license fees at US $210,000 each.

  • The sponsorship of a ‘World Tour’ event, whereby the Maldives would pay for a delegation of people to visit the country, provide hot air balloon rides, press trips, flights, accommodation, communications etc.

  • US $1,000,000 license fee for a national telecom provider to participate in New7Wonders campaign – later reduced to US $500,000 on appeal.

  • US $1,000,000 license fee for a Maldives based airline to display logo on aircraft.

The MMPRC repeatedly asked the New7Wonders organisers if there was a way to stay in the competition without paying significant sums of money. The New7Wonders organisers eventually stated that the Maldives could host a “protocol visit” for a delegation of the New7Wonders organisers, in which the Maldives would incur “flights and logistical costs etc.” The New7Wonders organisers pointed out, however, that “in our previous campaign for the man made Official New7Wonders of the World, all the winners had highly successful World Tour Events” and added “you do need sponsorship to participate fully in initiatives such as the World Tour event visit”

While the Maldives has invested considerable time and effort in campaigning for the New7Wonders of Nature competition, the country has not spent significant sums of money on the campaign. After extensive discussions with tourism industry stakeholders, the Maldives has decided to withdraw from the competition with immediate effect.

The Maldives would like to note the press release from UNESCO dated July 9, 2007 which states: “Although UNESCO was invited to support this (the previous“New7Wonders of the World” competition) project on several occasions, the Organisation decided not to collaborate”

The Maldives further notes concerns raised by lawyers acting for the Indonesia Ministry of Tourism, in regards to Komodo Island’s participation in the New7Wonders of Nature competition.

Finally, the Maldives is perplexed with the recent inconsistent patterns of the rankings of the competitors at this stage of the competition and the lack of detailed information and transparency as to how this is calculated

UNESCO confirms that it is not involved in the "New 7 wonders of the world" campaign

Monday, July 9, 2007

In order to avoid any damaging confusion, UNESCO wishes to reaffirm that there is no link whatsoever between UNESCO's World Heritage programme, which aims to protect world heritage, and the current campaign concerning "The New 7 Wonders of the World".

This campaign was launched in 2000 as a private initiative by Bernard Weber, the idea being to encourage citizens around the world to select seven new wonders of the world by popular vote.

Although UNESCO was invited to support this project on several occasions, the Organization decided not to collaborate with Mr. Weber.

UNESCO's objective and mandate is to assist countries in identifying, protecting and preserving World Heritage. Acknowledging the sentimental or emblematic value of sites and inscribing them on a new list is not enough. Scientific criteria must be defined, the quality of candidates evaluated, and legislative and management frameworks set up. The relevant authorities must also demonstrate commitment to these frameworks as well as to permanently monitoring the state of conservation of sites. The task is one of technical conservation and political persuasion. There is also a clear educational role with respect to the sites' inherent value, the threats they face and what must be done to prevent their loss.

There is no comparison between Mr Weber's mediatised campaign and the scientific and educational work resulting from the inscription of sites on UNESCO's World Heritage List*. The list of the "7 New Wonders of the World" will be the result of a private undertaking, reflecting only the opinions of those with access to the internet and not the entire world. This initiative cannot, in any significant and sustainable manner, contribute to the preservation of sites elected by this public.

New 7 Wonders Menuai Kontroversi

1320051615306431824

KOMPAS.com/NI LUH MADE PERTIWI F. (Jusuf Kalla Jadi Duta Pulau Komodo)

Beberapa hari ini, New 7 wonder sedang gencar-gencarnya diperbincangkan di media massa. baik televisi, radio, media online, cetak menyuarakan agar warga Indonesia memberikan dukungan sebanyak-banyaknya dengan mengirim sms ke 9818. Hal ini dilakukan agar pulau komodo menjadi juara di kompetisi 7 keajaiban dunia.

Namun, disamping itu new 7 wonder ternyata kini tengah menuai kontroversi. Ada beberapa nomine yang mengundurkan diri karena beberapa alasan. salah satunya, Maladewa yang memutuskan mundur dari persaingandi kompetisi 7 keajaiban dunia. namun alasannya apa? seperti yang dilansir dalam situs resmi pemasaran dan hubungan masyarakat Maladewa, bahwa penyelenggara tidak transparan dalammenjelaskan bagaiamana cara mereka menghitung dukungan.

heeemmm, well. kalau kalian mengikuti berita-berita mengenai new 7 wonder, pasti kalian tau kan bagaimana kerjasama kompetisi ini dengan para provider telekomunikasi demi melancarkan voter untuk mendukung komodo. yup, seperti yang diketahui dulu sms dukungan ini bernilai Rp 1000, sekarang demi meraih kemenangan, smsnya hanya dikenai Rp 1.

Dan mereka mengakui bahwa saat ini sudah dibanjiri dukungan oleh para voter, bahkan diprediksi dukungan akan meningkat pada masa berakhirnya pemilihan tgl 11 november nanti.

Rasa penasran timbul dibenak voter setelah ketua pendukung pemenangan, aktivis lingkungan Emmy Hafild mengatakan bahwa saat ini pendukung komodo mencapai puluhan juta, meskipun tidak boleh disebutkan berapa voter yang mendukung. dengan alasan, peraturan dari panitia penyelenggara the 7 wonders melarang peserta memberikan rincian voters karena kompetisi ini tidaklah menggunakan penghargaan juara satu, dua dan tiga.

dilansir kabar dari beberapa media, setelah banyak dipertanyakan, operator & CP turunkan tarif jadi Rp 1. nah, ketika masih Rp 1.000 tidak jelas apakah dana, benar disalurkan untuk Komodo atau turisme indonesia?. nah loh! :D ditambah banyaknya dukungan figur publik termasuk JK&SBY, jadi makin tidak jelas berapa pembagian hasil antara CP, operator & pemerintah/pihak lainnya yg mengurusi pulau komodo.

namun tidak hanya itu alasan nomine mengundurkan diri. yang lainnya karena biaya-biaya yang tak terduga yang terus menigkat jumlahna. bahkan mereka menyebut harus membayar sponsor platinum mencapai $350 ribu, dua biaya sponsor emas dengan total $420 ribu, mensponsori tur dunia dengan menerima kunjungan delegasi, juga menyediakan perjalanan balon udara, penerbangan, akomodasi, lalu kunjungan wartawan seperti biaya $1 juta bagi penyedia layanan telepon utnuk berpartisipasi dlam kampanye new 7 wonder, dan $1 juta lagi masakapai bisa menempelkan logo new 7 wonder di pesawat-pesawat mereka.

memang sungguh luar biasa biaya-biayanya hanya demi sebuah predikat keajaiban saja. padahal tanpa seperti ini, reputasi komodo itu sudah diakui menjadi tujuan wisata dunia. coba saja banyak wisatawan2 yang berkunjung kesana.

kalau dipikir-pikir, lebih baik ya biaya jutaan dolar itu digunakan untuk kampanye wisata-wisata yang lainnya yang tidak kalah menakjubkan yang ada di Indonesia daripada demi membayar biaya-biaya lisensi pada sebuah perusahaan yang tidak jelas reputasinya?

dan perlu kalian tau bahwa lembaga new 7 wonder ini sama sekali tidak terhubung dengan lembaga UNESCO di bawah PBB. Malahan UNESCO itu sudah menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986.

dan sejak 2007, Unesco pun menyatkan bahwa mereka sudah berkali-kali diajak bekerjasama oleh organisasit itu (new 7 wonder) tapi mereka lebih memilih untuk tidak berpartisipasi. bahkan, UNESCO sampai mengaskan bahwa yang mereka lakukan dengan penetapan situs-situs warisan dunia sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh new 7 wonder.

Maka ketika UNESCO mengatakan, “tidak ada yang bisa dibandingkan antara kampanye media yang dilakukan Tuan Weber dengan pekerjaan ilmiah dan proses pendidikan yang kami lakukan di UNESCO sehingga menghasilkan daftar situs-situs Warisan Dunia,” itu artinya mereka sedang memberi peringatan keras akan cara kerja lembaga ini.

kalau sudah seperti ini, kenapa pemerintah masih saja ngotot memenangkan komodo dalam kompetisi yang tidak jelas cara penjuriannya ini? padahal UNESCO loh yang sudah memberikan pernyataan seperti diatas itu. kan tidak mungkin juga kalau pemerintah tidak tahu mengenai hal ini. heeem okelah yaa, kalau kalaupun Indonesia nantinya menang, Indonesia tidak boleh mencantumkan predikat pemenang New 7 Wonders of Nature pada P. Komodo (di media promosi, di publikasi, di dokumen resmi, dll) kecuali membayar LISENSI kpd New 7 Wonders Foundation.

nah loh kalau begini jadinya, masih vote komodo ato gak? :D hayoooooo hayooooo :D:D

ini alasan mengapa tidak perlu dukung komodo di sms kontes New 7 Wonders

Selama beberapa minggu terakhir ini saya bolak-balik dapat SMS dari teman-teman yang menyarankan untuk mendukung Pulau Komodo sebagai salah satu Tujuh Keajaiban versi baru. Caranya cukup mudah dan butuh pulsa hanya satu rupiah per pesan. Sejujurnya saya nggak langsung ambil tindakan mendukung. Bahkan sampai sekarang saya belum kirim SMS.
Bukannya nggak punya pulsa, tapi saya nggak tahu manfaat pasti yang bisa diberikan dari bentuk dukungan ini.
Ada yang bilang dengan menjadikan pulau Komodo sebagai New Seven Wonder maka secara otomatis akan mempromosikan potensi Wisata
Indonesia, khususnya pulau Komodo. Saya kok malah meragukan pernyataan tersebut. emangnya menarik atau tidaknya obyek Wisata
ditentukan oleh label dari organisasi lain. Menurut saya, keaslian obyek Wisata itu sendiri justru yang menjadi daya tarik utama. Biarpun ada organisasi besar yang kasih level the best tapi kalau memang realnya jelek, wisatawan pun nggak akan mau melirik.

KITA BISA PROMOSIKAN POTENSI Wisata SENDIRI

Untuk menghilangkan rasa ragu-ragu ini, saya coba googling dan menemukan beberapa informasi menarik seputar SMS dukungan untuk pulau Komodo। Kontes ini sejak awal memang mengundang pro dan kontra, baik di tingkat pejabat negara maupun marketer di Indonesia। Beberapa fakta diantaranya:

1. Maladewa mundur sebagai salah satu peserta New karena nggak mau diperas oleh panitia. Setahu saya memang demikian. Organisasi yang kasih label New Seven Wonder meminta sejumlah uang kepada para nominator.Tujuannya untuk apa saya juga belum paham, Ini hal yang aneh, mau kasih penghargaan Malah minta uang, Malah justru biasanya yang dapat juara itu yang di kasih .


2. Mantan Menbudpar Jero Wacik pernah menyatakan kalau yayasan yang menjadi Penyelenggara Kontes Nwew Seven Wonders tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Bahkan UNESCO pun tidak mendukung kompetisi New 7 Wonders. Nah, kalau organisasi sebesar PBB saja nggak mendukung kontes macam ini, lalu apa kita mau bunuh diri dengan membeli label palsu.

3. Indonesia pernah dicoret secara sepihak dari kompetisi New 7 Wonders karena tidak bisa menjadi tuan rumah penyelenggaraan kompetisi dengan biaya sekitar 400 miliar rupiah. What? 400 miliar? Dana segede itu apa nggak lebih bermanfaat kalau dipakai untuk kebutuhan pendidikan anak jalanan? Kontes produk kapitalisme macam ini justru berpeluang membuat negara kita jadi lebih miskin.

Makanya, saya merasa bersyukur karena belum sempat kirim SMS dukungan buat pulau Komodo untuk dijadikan lokasi Tujuh Keajaiban Dunia yang baru. Kalau mau jujur nih, tanpa diminta pun pulau itu sudah menjadi Keajaiban Dunia. Habitat asli komodo cuma ada disana, dan itulah daya tarik utama wisata pulau Komodo. Kita nggak perlu beli label dari orang luar untuk promosikan potensi wisata dalam negeri. Saya menghimbau jangan mau dibohongi organisasi nggak jelas macam penyelenggara itu.

Bagaimana dengan Anda, apakah masih mau kirim SMS dukungan untuk Pulau Komodo sebagai New Seven Wonder?

Sabtu, 29 Oktober 2011

Temukan Pasir Unik di Pantai Tanjung Aan

Kompas.com/Riana Afifah Pantai Tanjung Aan, Lombok, NTB

KOMPAS.com – Tidak ada yang menyangkal bahwa Lombok, Nusa Tenggara Barat, memiliki banyak pantai yang indah dan kerap dikunjungi oleh para wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Laut berwarna biru jernih dan hamparan pasir putih dapat ditemukan di Lombok. Namun pantai yang memiliki dua jenis pasir dalam satu tempat, pastilah Tanjung Aan tempatnya.

Pantai yang terletak di Lombok bagian selatan ini memiliki tekstur yang sangat unik. Di pantai ini, Anda akan mendapati pasir yang berbentuk seperti butiran merica sampai ke bagian bibir pantai. Kemudian tampak sebuah bukit kecil yang dapat dinaiki oleh para pengunjung. Di balik bukit kecil tersebut, pengunjung tidak akan lagi menemukan pasir dengan bentuk butiran merica lagi melainkan hamparan pasir putih yang sangat halus.

“Saya juga bingung kenapa bisa begini ya. Bersebelahan tapi jenis pasirnya beda begini. Pemandangannya juga bagus di sini,” ungkap salah satu pengunjung asal Belanda, Paula yang datang bersama putranya ke pantai ini.

Suasana yang tenang juga menjadi pilihan bagi para wisatawan yang datang ke tempat ini. Wajar saja, di sekitar lokasi ini sama sekali tidak ada tempat penginapan yang berdiri. Hanya hamparan padang rumput tempat warga melepas hewan ternaknya yang terlihat di jalan menuju Pantai Tanjung Aan. Umumnya, para wisatawan datang ke lokasi ini untuk bermain air, berjemur, memotret atau surfing.

Namun bagi wisatawan yang ingin sering berkunjung ke lokasi ini dapat memilih tempat penginapan terjangkau yang tersedia di sekitar Pantai Kuta Lombok. Pantai dengan pemandangan yang menawan ini memang tidak terlalu jauh dengan Pantai Kuta Lombok. Jika tempat penginapan berada di Mataram, maka butuh waktu selama 1,5 jam untuk sampai ke Pantai Tanjung Aan dengan menggunakan kendaraan.

Sayangnya, terkadang suasana tenang untuk menikmati indahnya pemandangan pantai kerap terusik oleh para penduduk lokal yang menjajakan dagangannya berupa cinderamata khas Lombok. Bahkan para penduduk lokal ini tidak segan terus mengejar para wisatawan sampai ke bibir pantai.

Tidak hanya itu, jika ingin menaiki bukit kecil yang memisahkan kedua jenis pasir di Tanjung Aan ini maka siapkan uang Rp 2000। Karena, anak-anak kecil yang merupakan penduduk lokal menarik iuran pada wisatawan yang naik dengan membawa kardus kecil bertuliskan “Naik Rp. 2000”.

Sumber kompas.com

Puja di Tengah Deburan Ombak Nan Magis

KOMPAS.com — Berwisata ke Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, sangatlah belum lengkap rasanya kalau belum mampir ke Pura Batu Bolong yang terletak di Pantai Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Pura ini dinamakan Batu Bolong karena lokasi puranya terletak di batu karang hitam yang menjorok ke pantai dan memiliki batu bolong di karangnya. Suara ombak membentur batu karang dan deburan ombak air laut pasang surut yang menyentuh pasir. Keunikan batu karang bolong membawa magis tersendiri di pura Hindu tersebut.

Pada waktu sore hari sangat indah pemandangannya. Wisatawan bisa menyaksikan matahari tenggelam. Apabila tidak ada awan, dari kejauhan bisa terlihat Gunung Agung di Bali.

Tampak pula perahu-perahu yang sedang berlayar. Pemandangan yang menakjubkan perpaduan antara pura, karang, ombak, dan perahu layar yang menjadi satu. Sebuah sensasi tersendiri untuk menikmati pesonanya.

Di atas batu karang terdapat dua buah pura. Saat berjalan menuruni anak tangga akan ditemukan pura pertama di bawah pohon rindang. Untuk mencapai pura kedua, pengunjung harus naik tangga di batu karang setinggi 4 meter yang menjorok ke laut. Saat saya sedang berkunjung ke tempat ini, ada upacara persembahan umat Hindu. Tetapi, mereka tidak merasa terganggu dengan datangnya wisatawan. Kami meminta izin memotret dan mereka tidak berkeberatan.

Semua wisatawan sebelum masuk harus memakai selendang kuning yang dilingkarkan di pinggang. Tiket masuk di lokasi wisata ini seikhlasnya saja. Berapa saja boleh dan ditulis di buku tamu. Jadi tidak ada tiket masuk yang resmi.

Lokasi pura di Pantai Senggigi ini sekitar 12 kilometer dari Kota Mataram ke arah utara. Dengan taksi, tarif bisa mencapai sekitar Rp 50.000. Setelah mengunjungi Pura Batu Bolong, wisatawan bisa melanjutkan ke Pantai Senggigi, Bukit Malimbu, dan menyeberang ke Gili Terawang karena satu arah perjalanannya. (Asita DK Suryanto)

Sumber : Kompas.com

Belajar Sejarah di Pasar Rakyat


KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pasar Kintamani, Bangli, Bali, Minggu (28/8), ini merupakan situs peradaban tempat pertemuan antarmanusia, bukan sekadar tempat terjadinya transaksi antara pedagang dan pembeli।


Nur Hidayati & Yulia Sapthiani

KOMPAS.com - Mari kita jalan-jalan ke Pasar Gede, Solo; Pasar Beringharjo, Yogyakarta; Pasar Ikan, Jakarta; dan Pasar Kintamani, Bali. Dari pasar-pasar itu, orang bisa ”belanja” sejarah. Kita menikmati situs paling nyata untuk melihat perubahan sosial bangsa.

Siang itu cukup terik di Kota Solo. Dari dalam Pasar Gede, terdengar gamelan. Atmosfer Jawa pelan-pelan merambat dan membawa suasana jadi sejuk. Angin semilir pun bertiup dari kisi-kisi bangunan pasar yang dibangun dengan perhitungan saksama oleh Thomas Karsten (1884-1945).

Gamelan di Pasar Gede pada Selasa (18/10/2011) siang itu ditabuh oleh 18 pedagang. Setiap hari pukul 14.00-16.00 sebagian pedagang menutup kios dan los dagangan mereka untuk berlatih menabuh gamelan. Seperangkat gamelan jawa yang tersimpan di satu ruangan pasar dibeli dari hasil iuran dan sumbangan para pedagang setempat.

Bukan hanya berkarawitan. Sejak dua tahun lalu, para pedagang di pasar tersebut juga berolahraga sore dengan melakukan senam, renang, bahkan fitness. Mereka secara bergiliran akan menuju ke lantai dua di sisi timur bangunan pasar untuk berolahraga. ”Kami kan juga mau sehat,” ujar Win, seorang mbakyu bakul buah.

Ruang yang terasa lapang itu melegakan Nuril (34) yang menggandeng dua anaknya, Caca (5) dan Cika (3), serta menggendong Cila (8 bulan) ke pasar. Tak hanya berbelanja jeruk di pedagang langganannya, ia malah disuguhi empat teh botol dingin. Pedagang jeruk yang dikunjunginya tak lain ibu dari bekas muridnya dulu di taman kanak-kanak. Mereka lalu bertukar kabar dalam keriuhan pasar.

Pasar Gede Hardjonagoro—biasa disebut Pasar Gede atau Sargede saja oleh wong Solo—dibangun tahun 1929 di atas tanah milik Keraton Kesunanan Surakarta dan diresmikan setahun kemudian. Pasar ini disebut sebagai salah satu masterpiece Thomas Karsten, arsitek keturunan Belanda yang merancangnya.

Sejarawan dari UNS Solo, Soedarmono, mengingatkan, ”pasar gede” sebenarnya merupakan jejak yang bisa ditemukan di setiap bekas Kerajaan Mataram, seperti Hardjonagoro di Solo, Beringharjo di Yogyakarta, juga pasar di Kotagede yang menjadi cikal bakal Keraton Mataram.

Dalam budaya Mataram, keraton, pasar, dan masjid berhubungan dalam relasi segitiga keseimbangan hidup. ”Pasar sebagai simbol matahari terbit atau kegiatan pagi harus ada di sebelah timur keraton, sedangkan masjid merupakan simbol matahari terbenam yang harus ada di sebelah barat keraton,” ujar Soedarmono.

Pasar ini dibangun di lingkungan permukiman warga peranakan Tionghoa di Solo. Di lokasi yang sama, sebelumnya tumbuh pasar dan kelenteng tempat ibadah warga peranakan itu. Sampai saat ini, Kelenteng Tien Kok Sie berdiri berdampingan dengan pasar. Di Pasar Gede pula, beberapa tahun ini puncak perayaan Imlek digelar dengan lingkungan yang berhias lampion dan diramaikan atraksi barongsai.

Pasar Gede sampai saat ini tetap bertahan sebagai pusat grosir buah. Pasar ini memasok buah-buahan hingga ke Purwodadi, Cepu, Sragen, Kediri, Ngawi, Madiun, Wonogiri, Pacitan, Klaten, dan Yogyakarta.

Seperti juga Pasar Gede, Pasar Beringharjo di Yogyakarta memiliki riwayat ”menyatu” dengan sejarah Keraton Yogyakarta. Lahan di mana Pasar Beringharjo kini berada sudah dijadikan pasar oleh Sultan Hamengku Buwono I pada 1758. Pembangunan fisik pasar itu dilakukan Pemerintah Hindia Belanda pada 1925, sedangkan penyebutan Beringharjo diberikan Sultan Hamengku Buwono IX.

Pasar Beringharjo telah berulang kali dipugar dan diperluas. Sisa bangunan lamanya dapat ditemukan di bagian depan lantai satu. Namun, jejak ”berumur” itu tak bersisa di lantai dua dan tiga. Untuk naik ke lantai atas pasar ini, disediakan eskalator.

”Bangunannya sekarang sudah tidak lagi seperti pasar tradisional, tetapi cara berjualannya tidak modern benar karena pembeli tetap harus pintar menawar,” ujar Guru Besar Sosiologi UGM Tadjudin Noer Effendi.

Menurut Tadjudin, saat ini rasa memiliki masyarakat Yogyakarta terhadap pasar yang bernilai sejarah tinggi itu sudah merosot. ”Beringharjo seperti lebih untuk konsumsi turis yang ingin membeli batik atau cendera mata, bukan buat masyarakat Yogya sendiri,” ujarnya.

Tadjudin berpendapat, hal itu terjadi, selain karena fisik pasarnya ”bersalin rupa”, juga karena sebagian produk yang dijual tak lagi produksi Yogyakarta. Intinya, Beringharjo sedang beringsut memasuki era perubahan, tetapi gamang merumuskan dirinya sebagai pasar yang punya sejarah panjang.

Pasar Ikan

Jika Pasar Gede, Solo, terus menggeliat dan memperbarui ”sistem” kekerabatannya, Pasar Ikan Penjaringan, Jakarta Utara, nyaris tinggal puing. Pasar Ikan sekarang tinggal nama jalan, di mana ada bekas pelelangan ikan, gudang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), dan menara Syahbandar berlokasi.

Di Pasar Ikan, dahulu, tutur Rukiah (66), bekas pedagang ikan di era kejayaan Pasar Ikan, hampir sepanjang hari ramai. Rukiah menunjuk sebuah aula tempat ia pernah berjualan ikan sejak tahun 1965. ”Selain pedagang kecil, juga banyak bos yang suka ikut lelang ikan. Pokoknya ramai, apalagi hari Minggu,” katanya. Selain dari Jakarta, pembeli ikan bahkan berasal dari Bandung, Bogor, dan Bekasi.

Memasuki tahun 2000-an, kondisi berubah total. Nelayan memilih menjual ikan tangkapan mereka ke Muara Angke dan Muara Baru. Pada tahun 2005, bahkan aktivitas pasar ikan nyaris berhenti total. Bangunan seluas 1.000 meter persegi kini sunyi senyap ibarat puing-puing sejarah yang ditinggalkan.

Di sekitar Jalan Pasar Ikan kini tak ubahnya seperti pasar lain di wilayah-wilayah urban. Dipenuhi pedagang pangan dan sandang kebutuhan hidup sehari-hari. Tak ada yang istimewa kecuali bangunan-bangunan tinggalan zaman kolonial yang menjadi tanda peradaban aktivitas pelabuhan besar masa lalu.

Transaksional

Pasar Kintamani di Bali barangkali mewakili satu era di mana pertemuan antara kultur tradisi pedalaman dan perkotaan yang urban begitu kasatmata. ”Jika kita di kota mungkin tanpa sadar, tiba-tiba semua sudah berubah demikian cepat. Mal-mal tumbuh pun kadang kita tak awas,” ujar sosiolog Putu Suasta.

Pasar Kintamani di satu sisi jelas menjadi situs ekonomi yang dibutuhkan untuk menggerakkan kehidupan di pedalaman perbukitan Gunung Batur, tetapi juga menjadi situs sosial yang masih tersisa di Bali. ”Tanpa pasar, sulit membayangkan masyarakat Kintamani bisa hidup dan maju. Tidak saja dalam pengertian ekonomi, tetapi juga peradaban,” ujar Suasta.

Bagaimana sistem kekerabatan yang dibangun di Pasar Gede mampu bertahan sampai sekarang? Mungkin karena sebagian besar pedagang mewariskan kios, los, atau lapak mereka secara turun-temurun.

Selain itu, usaha yang dibangun Kepala Pasar Gede Solo Sujarwadi juga turut andil. Selain membentuk kelompok karawitan Sekar Mayang, ia juga memberikan ruang masuk bagi gaya hidup urban, seperti olahraga, senam, renang, dan kebugaran. ”Sedang disiapkan satu kelompok belajar karawitan yang anggotanya pemulung, kuli panggul, juru parkir, dan pengemudi becak,” kata Sujawardi.

Sistem kekerabatan seperti inilah yang sulit ditemukan di pasar-pasar modern sekarang ini. Relasi antarmanusia senantiasa dimaknai secara ekonomi, dengan pertimbangan untung dan rugi. Kehidupan semacam ini, menurut Suasta, bisa berpengaruh dalam segala sisi kehidupan manusia. ”Makanya politik pun sekarang transaksional semua,” katanya. (Putu Fajar Arcana)

Sumber : Kompas.com

Bali Kembali Jadi Lokasi "Shooting" Film Hollywood



Puskompub Kemenparekraf
Menteri Pariwisata dan Ekononomi Kreatif Mari Elka Pangestu bersama sutradara Rob Cohen, Direktur Perfilman Kemenparekraf Syamsul Lussa, dan Kepala Pusat Komunikasi Publik I Gusti Ngurah Putra dalam tinjauan ke lokasi syuting film "I, Alex Cross" di pesisir timur Pantai Jasri, Candidasa, Karangasem, Bali

KARANGASEM, KOMPAS.com — Setelah tahun lalu menjadi lokasi shooting film Eat, Pray, Love yang dibintangi Julia Roberts, kali ini Bali kembali dipilih sebagai lokasi film dengan judul I, Alex Cross. Film yang disutradarai oleh Rob Cohen ini dibuat berdasarkan karakter Alex Cross yang sering muncul dalam novel populer karya James Patterson.

Rob Cohen yang terkenal lewat karya Fast and The Furious ini memilih pesisir timur Pantai Jasri, Candidasa, Karangasem, Bali, sebagai lokasi untuk adegan klimaks film. Tak bisa dimungkiri, sejak tahun 1930-an, Bali memang memiliki daya tarik tersendiri bagi para penulis dan sutradara film karena pesona alamnya.

"Pemilihan lokasi shooting di Indonesia merupakan suatu kesempatan untuk memperkenalkan destinasi dan budaya Indonesia, memberikan kesempatan kepada industri film (industri kreatif) di Indonesia untuk berpartisipasi pada pembuatan film ini," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu saat mengunjungi lokasi shooting film tersebut di Karangasem, Sabtu (22/10/2011).

Di samping itu, Mari menuturkan, hal ini juga akan memperkuat branding atau image Indonesia di mata dunia sehingga diharapkan akan berdampak pada kunjungan wisatawan mancanegara.

Aktor utama film yang akan dirilis pada pertengahan tahun 2012 ini adalah Tyler Perry. Dia berperan sebagai seorang detektif bernama Alex Cross, yang melacak keberadaan pembunuh bernama Gilles Mercier.

Tokoh Gilles Mercier diperankan oleh Jean Reno, aktor Perancis yang terkenal antara lain karena perannya di film Leon: The Professional, Godzilla, The Da Vinci Code, dan The Pink Panther. Film yang difasilitasi oleh Bali Film Center ini rencananya akan melibatkan 35 kru lokal dan 20 pemeran pendukung dari Indonesia. (Puskompub)

Sumber : Kompas.com

Angklung dan Poco-Poco Menggoyang Los Angeles


Dok Konjen RI di LA
Ribuan orang sangat bersemangat memainkan angklung di kawasan The Grove, Los Angeles, Rabu (26/10/2011)

LOS ANGELES, KOMPAS.com - Ribuan orang sangat bersemangat memainkan angklung di kawasan The Grove, Los Angeles, Rabu (26/10/2011). Di bawah arahan Mustika Hendraningstyas mereka memainkan lagu tradisional Indonesia dan lagu-lagu barat dengan angklung di tangan masing-masing.

"Pengenalan angklung ke warga AS merupakan bagian dari promosi pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia. Acara Discover Wonderful Indonesiaini merupakan kerjasama antara Kementrian Pariwisata dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Los Angeles," kata Hadi Martono, Konjen KJRI Los Angeles, dalam surat elektronik yang diterima Kompas pada Kamis (27/10/2011).

Selain memainkan angklung, ribuan warga AS itu juga diajak menari poco-poco dan menikmati kuliner khas Indonesia. Setelah itu, mereka dipersilakan untuk melihat promosi lokasi-lokasi wisata Indonesia dan barang-barang kerajinan tanah air.

"Ternyata Indonesia memiliki banyak lokasi wisata yang menarik. Budaya, tarian, musik, dan makanannya juga sangat eksotik dan menggoda. Saya jadi ingin ke Indonesia suatu hari nanti," kata Angela, salah satu pengunjung.

Menurut Konsul Pariwisata KJRI Los Angeles, Edi Suharto, The Grove dipilih sebagai lokasi promosi karena didatangi sekitar 45।000 sampai 50.000 orang setiap hari. Permainan angklung dan tarian poco-poco diperkirakan dapat menyedot pengunjung sampai 15.000 orang.

Sumber : kompas.com

Pertunjukan Seni Indonesia di Kunming Pukau Pengunjung

Aris Prasetyo/KOMPAS Pertunjukan seni Indonesia di acara China International Travel Mart (CITM) 2011, Kamis (27/10), di Kunming, Provinsi Yunnan, China, memukau pengunjung yang hadir.


KUNMING, KOMPAS.com - Pertunjukan seni Indonesia di acara China International Travel Mart (CITM) 2011, Kamis (27/10), di Kunming, Provinsi Yunnan, China, memukau pengunjung yang hadir.

Pada panggung utama acara tersebut, Indonesia menampilkan tarian barong dari Bali, permainan alat musik sasando rote, dan grup musik Trio Batak. Tepuk tangan pengunjung pada bursa pameran pariwisata tersebut pecah saat tarian barong dari Bali beraksi di atas panggung.

Wartawan Kompas Aris Prasetyo dari Kunming, China melaporkan, suasana makin meriah saat Jackob Hendrich A Bullan memainkan lagu-lagu daerah Indonesia dengan iringan alat musik sasando rote. Antusias pengunjung belum reda ketika grup musik Trio Batak tampil mengakhiri pertunjukan seni mewakili Indonesia di acara tersebut.

Lagu daerah yang dinyanyikan Jackob dengan iringan sasando rote adalah O Doben Fura dan Mai Fali dari Nusa Tenggara Timur. Sementara lagu daerah yang dibawakan Trio Batak adalah A Sing Sing So, Rosita, dan Baringin.

Suasana makin meriah saat Trio Batak menyanyikan lagu China, Apia Acia Enya, yang direspon penonton. Beberapa penonton asal China ikut bernyanyi riang di depan panggung.

"Menarik sekali penampilan mereka। Saya suka melihatnya," kata Jenny Ling, salah satu penonton. CITM 2011 di Kunming, China, diikuti 94 negara termasuk Indonesia dan tuan rumah China. Pada acara ini ditawarkan berbagai promosi wisata dari negara peserta. CITM 2011 akan berakhir pada Minggu (30/10/2011).

Sumber : Kompas.com

Selasa, 25 Oktober 2011

Karapan Sapi Di Pulau Madura

Selain terkenal dengan Sate Madura dan garamnya, Pulau Madura memiliki banyak kebudayaan yang masih terus dilestarikan. Salah satunya adalah tradisi Karapan sapi yang merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi. Karapan sapi sudah ada sebelum abad XV Masehi.

Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik.

Karapan sapi merupakan acara yang prestisius bagi masyarakat Madura, pemilik sapi karapan akan merasa status sosialnya terangkat apabila sapinya bisa menjadi juara. Hewan memamah biak ini juga dijadikan alat investasi selain emas dan uang. Tak mengherankan, bila para pemilik sapi karapan akan mengerahkan segala daya upayanya untuk membuat sapi-sapinya menjadi pemenang dalam setiap musim karapan. Sekadar diketahui, sapi karapan umumnya dari Pulau Sapudi [baca: Atlet Sapi di Pesta Karapan]. Sejak dulu, pulau kecil yang terletak di ujung Timur Pulau Madura itu memang gudangnya sapi bibit unggul.

Kejuaraan dimulai dari tingkat Kecamatan dilanjutkan ke tingkat Kabupaten dan diteruskan sampai ketingkat Karisidenan. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.

Kerapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Benar-benar meriah, apalagi alunan musik seronen menonjolkan perpaduan bunyi gendang, terompet, dan gong yang disertai tarian para pemainnya. Para pemusik seronen ini memang sengaja disewa oleh para pemilik sapi. Terutama untuk menyemangati anggota kontingen beserta sapi-sapinya sebelum karapan dimulai. [swaberita.com]

Ritual Kebo-Keboan : Kerbaupun Ikut Menari

Para kerbau manusia seperti kesurupan mengejar siapapun yang mengambil bibit padi yang ditanam. Masyarakat berebut, ikut berkelit untuk mendapatkan bibit padi itu karena dipercaya bisa digunakan sebagai tolak balak maupun keberuntungan. Hari semakin larut. Para ibu masih sibuk memasak kue dan menyiapkan perlengkapan sesaji di dapur. Berbagai jenis hewaan ternak telah terlelap tidur di kandangnya masing-masing. Di sisi lain, suara ramai namun damai di sepanjang jalan utama desa.

Laki-laki tua-muda, anak-anak, dan perempuanpun ikut membantu menyiapkan dan memasang hiasan perlengkapan upacara yang terdiri dari pala gumantung (buah-buahan yang bergantung, seperti pisang, jeruk, durian, dan mangga), pala kependhem (umbi-umbian dalam tanah, seperti ubi kayu, ketela, kacang tanah, kentang, talas, ganyong, jahe, dan lengkuas), dan pala kesampir (polong-polongan, seperti kacang panjang, kecipir, kara, dan bunci). Kesemuanya ditata dan dihias rapi sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan.

Itulah gambaran suasana yang terlihat pada awal sebuah upacara ritual kesuburan yang dilakukan masyarakat Using di Desa Alas Malang, upacara tersebut bertujuan untuk mendapatkan keselamatan, penyemhuhan, kesuburan, dan pembersihan diri dari Tuhan Yang Maha Esa.

Keesokan hari, pemandangan di desa itu sungguh menakjubkan. Berbagai pernik ornamen hiasan sudah terpajang, umbul-umbul, killing (baling-baling kicir angin), paglak (dangau tinggi di tengah sawah) terlihat megah di hamparan sawah dengan latar belakang Pegunungan Raung, Ijen, dan Gunung Merapi. Semua warga desa sudah siap dengan kue tradisional serta sesaji untuk upacara ritual. Hampir semua orang tampak anggun dengan busana adatnya.

Prosesi upacara diawali dengan selamatan di tengah jalan utama desa. Semua panganan diletakkan di atas tikar, lembar-lembar daun, nasi tumpeng di atas ancak (tempat yang terbuat dari batang daun pisang dan bambu). Lengkap dengan lauk pauk dan sayur yang ditata dalam takir (tempat yang terbuat dari daun pisang) serta masakan khas pecel pitik (ayam panggang yang diurap kelapa) telah siap. Seluruh elemen kampung terlibat, dari orang dewasa hingga anak-anak.

Doa dipimpin oleh tokoh agama Kyai, kemudian nasi tumpeng dan kue dibagikan kepada para pengunjung dan warga setempat sebagai berkat. Tiap-tiap warga menyiapkan kue untuk para kerabat atau pengunjung yang datang. Selanjutnya acara Ider bumi (prosesi mengelilingi kampung dari hilir hingga ke hulu kampung). Upacara bersama ini begitu unik dan menarik sekaligus memiliki dimensi dari masyarakat yang akar kepercayaan agraris dan spiritualnya masih kuat.

Acara ritual ini melibatkan seluruh elemen di kampung, mulai dari laki-laki, perempuan, tua-muda, dan anak-anak sampai sanak famili yang berada di luar kampung. Bahkan hampir seluruh kesenian adat yang ada di Banyuwangi juga terlibat. Ada gandrung, barong, janger, patrol, balaganjur, angklung paglak, jaranan, kuntulan, dan wayang kulit. Upacara ini tidak melulu seni pertunjukan terpadu tapi juga sebagai seni instalasi komunal yang memperlihatkan energi kualitas dan spiritual bersama.

Pada acara Ider Bumi, ritual Kebo-Keboan ini diawali dengan visualisasi Dewi Sri (Dewi Padi) yang ditandu oleh beberapa pengawal dengan pakaian khas. Puluhan laki-laki bertubuh kekar dengan dandanan dan bertingkah aneh seperti kerbau dihalau oleh para petani yang membawa hasil panennya. Suasana kian meriah karena diiringi alunan musik tradisional khas Using yang hinggar binggar.

Pada bagian akhir upacara adalah prosesi membajak sawah dan menanam bibit padi. Para kerbau manusia seperti kesurupan mengejar siapapun yang mengambil bibit padi yang ditanam. Masyarakat berebut, ikut berkelit untuk mendapatkan bibit padi itu karena dipercaya bisa digunakan sebagai tolak bala maupun keberuntungan. Kegiatan berakhir pada tengah hari. Sementara pada sore hari dan malam hari, kesenian tradisional disajikan, termasuk pementasan wayang kulit senuilam suntuk.

Ritual Kebo-Keboan adalah salah satu ragam seni budaya tradisi Banyuwangi disamping Ritual Seblang, Petik Laut, Rebo Pungkasan, Endog-endogan, Barong Ider Bumi yang telah diagendakan secara rutin oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Bagi yang senang berpetualang, alam Banyuwangi menyediakan goa-goa angker dan hewan liar di Alas Purwo, ombak yang spektakuler di Pantai Plengkung, kawah yang menakjubkan di Gunung Ijen, mengintip Penyu bertelur di Sukamade dan masih banyak lagi panorama alam lain seperti air terjun, sungai berkelok-kelok serta sejuknya udara perkebunan cengkeh, coklat, karet, dan kopi. [perempuan.com]

UPACARA BARONG

Setelah Upacara Penyucian (Pasupati) Barong dan Rangda Sidakarya di Pura Dalem Karang Boma, Sawangan, Nusa Dua. Barong dan Rangda (Ratu Ayu) Sidakarya Mepajar di Pura Dalem Sidakarya. Mepajar merupakan Upacara dalam bentuk tarian sakral yang bertujuan untuk menjaga kesucian, kesejahteraan, dan keharmonisan warga penyungsung dan wilayah sekitarnya.

Sebelum Barong dan Rangda Sidakarya Mepajar, ditampilkan terlebih dahulu tarian Telek dan Jauk.

Tari Telek adalah tarian yang melambangkan keayuan/kelembutan dan keramah-tamahan seseorang. Tarian ini biasanya dibawakan oleh 4 orang. Telek ini sebagai sarana untuk memohon keselamatan bagi segala makhluk hidup di muka bumi dari ancaman marabahaya.

Tari Jauk: tarian ini menggambarkan seorang raksasa yang sedang berkelana. Penarinya pria, mengenakan busana yang terdiri dari awiran yang berlapis-lapis, ditambah dengan gelungan jauk dan kaos tangan yang berkuku panjang. Tarian ini lebih bersifat improvisasi dengan struktur koreografi yang fleksible.

Tari jauk bersifat keras seperti namanya, gerakannya pun bringas. energik dan gamelan yang mengirinya bertempo cepat. Tarian ini mempunyai standar gerakan sendiri. Topeng yang di pakai adalah topeng yang berwarna merah, yang melambangkan keberingasan sang raksasa.

Barong Ket atau Barong Keket adalah tari Barong yang banyak terdapat di Bali dan paling sering dipentaskan serta memiliki pebendaharaan gerak tari yang lengkap. DiIihat dari wujudnya, Barong Ket ini merupakan perpaduan antara singa, macan, sapi dan boma. Badan Barong ini dihiasi dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit, ditempeli kaca cermin yang berkilauan dan bulunya dibuat dari perasok (serat dari daun sejenis tanaman mirip pandan), ijuk atau ada pula dari bulu burung gagak.

Untuk menarikannya Barong ini diperlukan dua orang penari yang disebut Juru Saluk / Juru Bapang, satu penari di bagian kepala d an yang lainnya di bagian pantat /ekornya. Tari Barong Keket ini melukiskan pertarungan antara kebajikan (dharma) dan kejahatan (adharma) yang merupakan dua hal yang selalu berlawanan (rwa bhineda). Tarian ini merupakan peninggalan kebudayaan pra-Hindu yang menggunakan boneka berwujud binatang berkaki empat atau manusia purba yang memiliki kekuatan magis. Topeng Barong dibuat dari kayu yang diambil dari tempat-tempat angker seperti kuburan, oleh sebab itu Barong merupakan benda sakral yang sangat disucikan oleh masyarakat Hindu di Bali. Secara mitologis, Barong Ket diidentikkan dengan raja hutan alias Banaspati Raja yang umumnya dikeramatkan di Pura Dalem yang ada dimasing-masing desa.

Rangda adalah ratu dari para leak dalam mitologi Bali . Makhluk yang menakutkan ini diceritakan sering menculik dan memakan anak kecil serta memimpin pasukan penyihir jahat melawan Barong , yang merupakan simbol kebaikan.

Diceritakan bahwa kemungkinan besar Rangda berasal dari Ratu Mahendradatta yang hidup di pulau Jawa pada abad ke-11 . Beliau diasingkan oleh raja Dharmodayana karena dituduh melakukan perbuatan sihir terhadap permaisuri kedua raja tersebut. Menurut legenda ia membalas dendam dengan menguasai setengah kerajaan tersebut, yang kemudian menjadi miliknya serta milik putra Dharmodayana, Erlangga . Kemudian ia digantikan oleh seseorang yang bijak. Rangda juga berarti janda .

Rangda sangatlah penting dalam mitologi Bali. Pertempurannya melawan Barong atau melawan Erlangga sering ditampilkan dalam tari-tarian. Tari ini sangatlah populer dan merupakan warisan penting dalam tradisi Bali. Rangda digambarkan sebagai seorang wanita dengan rambut panjang yang acak-acakan serta memiliki kuku panjang. Wajahnya menakutkan dan memiliki gigi yang tajam. [balilu
wih.blogspot.com]

Grebeg Besar Demak

Demak merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya Raden Patah. Disamping sebagai pusat pemerintahan, Demak sekaligus menjadi pusat penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Bukti peninggalan sejarah masih berdiri dengan kukuh sampai sekarang, yaitu Masjid Agung Demak.

Penyebaran agama Islam di pulau Jawa dimulai pada abad XV dan dipelopori oleh Wali Sanga. Berbagai upaya dilakukan oleh para Wali dalam menyebarluaskan agama Islam. Berbagai halangan dan rintangan menghadang, salah satu diantaranya adalah masih kuatnya pengaruh Hindu dan Budha pada masyarakat Demak pada waktu itu. Pada akhirnya agama Islam dapat diterima masyarakat melalui pendekatan kultural para Wali dengan jalan mengajarkan agama Islam melalui kebudayaan/adat istiadat yang telah ada.

Setiap tanggal 10 Dzulhijah umat Islam memperingati Hari Raya Idul Adha dengan melaksanakan Sholat Ied dan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan qurban. Pada waktu itu, di lingkungan Masjid Agung Demak diselenggarakan pula keramaian (grebeg) yang disisipi dengan syiar-syiar keagamaan, sebagai upaya penyebarluasan agama Islam oleh Wali Sanga. Sampai saat ini kegiatan tersebut masih tetap berlangsung, bahkan ditumbuh kembangkan.


Prosesi Grebeg Besar Demak


Dalam perkembangannya kemudian, Grebeg Besar Demak pada saat ini diramaikan dengan berbagai kegiatan, yaitu :

* Ziarah ke Makam Sultan Sultan Demak dan Sunan Kalijaga
* Pasar malam rakyat di Tembiring Jogo Indah
* Selamatan Tumpeng Sanga
* Sholat Ied
* Penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga


1. Ziarah ke makam Sultan Sultan Demak & Sunan Kalijaga.
Grebeg Besar Demak diawali dengan pelaksanaan ziarah oleh Bupati , Muspida dan segenap pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Demak, ke makam para Sultan Demak di lingkungan Masjid Agung Demak dan dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di Kadilangu. Kegiatan ziarah tersebut dilaksanakan pada jam 16.00 wib; kurang lebih 10 (sepuluh) hari menjelang tanggal 10 Dzulhijah.

2. Pasar malam rakyat di Tembiring Joglo Indah .
Untuk meramaikan perayaan Grebeg Besar di lapang an Tembiring Jogo Indah digelar pasar malam rakyat yang dimulai kurang lebih 10 (sepuluh) hari sebelum hari raya Idul Adha dan dibuka oleh Bupati Demak setelah ziarah ke makam Sultan-Sultan Demak dan Sunan Kalijaga. Pasar malam tersebut dipenuhi dengan berbagai macam dagangan, mulai dari barang barang kebutuhan sehari - hari sampai dengan mainan anak, hasil kerajinan, makanan/minuman, permainan anak-anak dan juga panggung pertunjukkan/hiburan.

3. Selamatan Tumpeng Sanga.
Selamatan Tumpeng Sanga dilaksanakan pada malam hari menjelang hari raya Idul Adha bertempat di Masjid Agung Demak.Sebelumnya kesembilan tumpeng tersebut dibawa dari Pendopo Kabupaten Demak dengan diiringi ulama, para santri, beserta Muspida dan tamu undangan lainnya menuju ke Masjid Agung Demak.Tumpeng yang berjumlah sembilan tersebut melambangkan Wali Sanga. Selamatan ini dilaksanakan dengan harapan agar seluruh masyarakat Demak diberikan berkah keselamatan dan kebahagiaan dunia akhiratdari Allah SWT.

Acara selamatan tersebut diawali dengan pengajian umum diteruskan dengan pembacaan doa. Sesudah itu Kepada para pengun jung dibagikan nasi bungkus. Pembagian nasi bungkus tersebut dimaksudkan agar para pengunjung tidak berebut tumpeng sanga. Sejak beberapa tahun terakhir tumpeng sanga tidak diberikan lagi kepada para pengunjung dan sebagai gantinya dibagikan nasi bungkus tersebut.

Pada saat yang sama di Kadilangu juga dilaksanakan kegiatan serupa, yaitu Selamatan Ancakan, selamatan tersebut bertujuan untuk memohon berkah Kepada Allah SWT agar sesepuh dan seluruh anggota panitia penjamasan dapat melaksnakan tugas dengan lancar tanpa halangan suatu apapun juga.

4. Sholat Ied

Pada tanggal 10 Dzulhijah Masjid Agung dipadati oleh umat Islam yang akan melaksanakan sholat Ied,Pada saat-saat seperti ini Masjid Agung Demak sudah tidak dapat lagi menampung para jama’ah karena penuh sesak dan melebar ke jalan raya, bahkan sebagaian melaksanakan sholat Ied di alun-alun.

Pada kesempatan tersebut Bupati Demak beserta Muspida melaksanakan sholat Ied di Masjid Agung Demak dan dilanjutkan dengan penyerahan hewan qurban dari Bupati Demak kepada panitia.5. Penjamasan Pusaka Peninggalan Sunan Kalijaga.
Setelah selesai Sholat Ied di makam Sunan Kalijaga, Kadilangu dilaksanakan penjamasan pusaka peninggalan Sunan Ka lijaga. Kedua pusaka tersebut adalah Kutang Ontokusuma dan Keris Kyai Cubruk. Konon Kutang Ontokusumo adalah berujud ageman yang dikiaskan sebagai agama Islam. Sedangkan keris Kyai Cubruk adalah keris pegangan santri yang dipakai Sunan Kalijaga setiap kali berdakwah, sebagai piyandel/pendorong semangat berdakwah.

Penjamasan pusaka-pusaka tersebut didasari oleh wasiat Sunan Kalijaga sebagai berikut : “Agemanku,besuk yen aku wis dikeparengake sowan ingkang Maha Kuwaos, selehna neng duwur peturonku. Kejaba kuwi sawise aku kukut, agemanku jamas ana“. Dengan dilaksanakan penjamasan tersebut, diharapkan umat Islam dapat kembali ke fitrahnya dengan mawas diri/mensucikan diri serta meningkatkan iman dan taqwa Kepada Allah SWT.

Prosesi penjamasan tersebut diawali dari Pendopo Kabupaten Demak , dimana sebelumnya dipentaskan pagelaran tari Bedhoyo Tunggal Jiwo. melambangkan “ Manunggale kawula lan gusti “ , yang dibawakan oleh 9 (sembilan) remaja putri.

Dalam perjalanan ke Kadilangu minyak jamas dikawal oleh bhayangkara kerajaan Demak Bintoro “Prajurit Patangpuluhan” dan diiringi kesenian tradisional Demak bersamaan dengan itu Bupati beserta rombongan menuju Kadilangu dengan mengendarai kereta berkuda.

Penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga dilaksana kan oleh petugas dibawah pimpinan Sesepuh Kadilangu di dalam cungkup gedong makam Sunan Kalijaga Kadilangu.

Sesepuh dan ahli waris percaya, bahwa ajaran Islam dari Rasulullah Muhammad SAW dan disebarluaskan oleh Sunan Kalijaga adalah benar.Oleh karena itu penjamasan dilakukan dengan mata tertutup. Hal tersebut mengandung makna, bahwa penjamas tidak melihat dengan mata telanjang, tetapi melihat dengan mata hati. Artinya ahli waris keturunan Sunan Kalijaga beserta umat Islam pada umumnya sudah bertekad bulat umtuk menjalankan ibadah dan mengamalkan ajaran Islam dengan sepenuh hati.

Dengan selesainya penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga tersebut, maka berakhir pulalah rangkaian acara Grebeg Besar Demak.[wisatame.blogspot.com]

Pesona Pantai Teluk Penyu


Teluk Penyu merupakan kawasan pantai di selatan Kabupaten Cilacap, utamanya sepanjang pesisir dari Kecamatan Cilacap Selatan yang lokasinya tidak langsung berhubungan dengan Samudera Hindia atau Indonesia karena dikelilingi oleh Pulau Nusakambangan. Pantai Teluk Penyu berjarak 2 Km ke arah timur dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Cilacap dan dapat dijangkau dengan kendaraan umum dan pribadi.

Teluk ini memiliki pemandangan yang indah dan menyegarkan dengan luas kira-kira 14 ha. Area Teluk Penyu yang biasa dikunjungi oleh para pengunjung (utamanya penduduk dan wisatawan lokal) biasanya mulai dari pelabuhan perikanan Samudera dari hingga bibir pantai yang biasa disebut Areal 70 (merujuk kepada sebutan masyarakat sekitar terhadap kawasan tangki-tangki penimbunan bahan bakar dari PT Pertamina UP IV). Dari Areal 70 kita bisa melihat langsung Pulau Nusakambangan dari bibir pantai. Tapi, Areal 70 hanya dibuka sampai pukul 6 sore dan lebih dari pukul 6 sore jalan akses menuju Areal 70 ditutup oleh petugas.

Di Areal 70 dekat dengan kilang minyak pengunjung juga dapat melihat objek wisata objek wisata sejarah Benteng Pendem. Benteng Pendem dahulunya merupakan markas pertahanan tentara Belanda di Cilacap, Jawa Tengah yang didisain oleh arsitek Belanda. Di dalam Banteng Pendem kita dapat melihat bangunan-bangunan peninggalan Belanda seperti barak, benteng pertahanan, benteng pengintai, ruang rapat, klinik pengobatan, gudang senjata, gudang mesiu, ruang penjara, dapur, ruang perwira, dan ruang peluru.

Kawasan wisata Pantai Teluk Penyu ini ramai dikunjungi pada waktu pagi dan sore hari oleh para penduduk Kota Cilacap. Mereka senang berkunjung pada waktu pagi dan sore hari karena pada waktu itu mereka dapat melihat pemandangan sunrise dan sunset yang sangat indah dari tepi pantai. Siang harinya lebih banyak dikunjungi oleh para wisatawan lokal, utamanya pada masa-masa libur sekolah atau pada hari-hari besar/libur. Setiap tanggal 1 Muharram atau tanggal 1 Suro kita dapat menyaksikan acara Sedekah Laut di Pantai Teluk Penyu. Sedekah laut adalah tradisi yang terus dipelihara masyarakat Cilacap. Setiap tahun upacara ini diselenggarakan, sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan dan rezeki bagi nelayan Cilacap. Tradisi ini juga sebagai wujud penghormatan kepada Ratu Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul.

Di pantai ini kita dapat bermain ombak dan pasir atau hanya sekadar duduk-duduk di tanggul atau di bangunan pemecah ombak sambil menikmati deburan ombak dan segarnya angin laut. Namun, kalau mau berenang harus hati-hati karena ombaknya cukup besar. Puas bermain pasir dan air, kita bisa membilas tubuh dengan air bersih di kamar mandi yang sudah disediakan di tepi pantai. Jadi, sampai di rumah sudah bersih dan tidak gatal-gatal.

Selain bermain pasir dan air, kita juga dapat mengelilingi Pulau Nusakambangan menggunakan perahu kecil yang disewakan para nelayan. Bahkan saat hari Idul Fitri para nelayan akan membawa kita menepi di pantai pasir putih yang ada di tepi Pulau Nusakambangan.

Pengunjung tidak perlu takut kelaparan di sana karena di sepanjang pantai ada banyak warung atau pedagang kaki lima yang menyediakan beragam kuliner dengan harga terjangkau. Ada bakso, mie ayam, nasi goreng, rames, opor ayam, bubur ayam, dan masih banyak lagi. Dari arah pintu masuk area wisata Pantai Teluk Penyu juga banyak berdiri kios-kios/warung yang menjajakan ikan asin kering serta ikan-ikan segar/basah yang siap langsung dibakar atau dimasak sesuai dengan keinginan kita. Selain itu, kita juga dapat membeli aneka kerajinan kerang dan souvenir lainnya untuk cinderamata di sepanjang koridor jalan masuk lokasi wisata ini.

Untuk menikmati panorama laut Pantai Teluk Penyu kita cukup membayar tiket masuk sebesar dua ribu lima ratus rupiah per orang. Tapi, kalau kita datang ke pantai sebelum pukul tujuh pagi kita tidak perlu membayar tiket masuk alias gratis karena petugas penjual tiketnya baru datang setelah pukul tujuh pagi.[dinapooh.wordpress.com]

Eksotisme Pulau Lepar dan Pulau Pongok

Letaknya yang berhadapan langsung dengan Pulau Sadai, Pulau Lepar dan Pulau Pongok terlihat sangat bersih, sehingga membuat banyak orang betah berenang di pantai sekitar itu. Selat kecil yang memisahkan Pulau Lepar dan Pongok dengan Sadai juga kaya akan ikan. Selain memancing, pengunjung bisa langsung menikmati hasil pancingannya. Menikmati ikan bakar sambil memandang birunya lautan dan desah angina bisa membuat orang betah berlama-lama di pulau itu.

Bagi yang ingin menikmati birunya lautan memang cukup berenang dipinggiran pantai, sedangkan pengunjung yang senang menikmati keindahan laut bisa menyewa perahu layar. Selain berenang pengunjung bisa melepas lelah sambil menikmati air kelapa muda yang segar. Rasanya tak lengkap bila seharian berenang dan tidak menikmati kesegaran air kelapa muda itu. Ramainya pengunjung ke Pantai Sadai tampaknya juga di picu dengan Pulau Lepar dan Pulau Pongok. Keindahan Pantai Sadai tidak berbeda dengan pantai lain yang menawan di seantero Pulau Bangka.

Pulau Lepar dan Pongok memang unik. Satu-satunya kecamatan yang dipisahkan lautan di Pulau Bangka. Kemana-mana laut. Desa-desanya pun kebanyak terpisah. Penduduk berjumlah 12.567 jiwa dari 6 desa tersebar di 25 pulau. Hanya penutuk, Tanjunglabu, Tanjungsangkar dan Kumbung menyatu sebagian, sebab beberapa penduduk Kumpung pun berada di Pulau Tinggi dan Pulau Panjang. Celagen dan Pongok berada di Pulau Pongok.

Pulau-pulau inilah yang membuat kecamatan ini kaya daerah wisata. Berjalan cepat dengan speed, memandangi satu persatu pulau yang masih hijau, menjadi pengalaman eksotik yang susah dilupakan.

Anda juga bisa menyewa angkutan umum masyarakat berupa perahu yang bisa memuat lebih dari 20 orang. Berlayar perlahan di atas laut biru. Tentunya bila angin sedang tidak kencang, memudahkan pelancong mengabadikan panorama alam.

Apalagi perjalanan dimulai ketika matahari menjelang di ufuk timur, sinar kemerahan menyembul kontras dengan hamparan laut nan biru, solah muncul dari seberang. Subuah peristiwa langka yang bisa disaksikan di sini. Begitupun kala sore, matahari perlahan hilang seakan bersembunyi di balik Pulai Tinggi.

Bagi penyuka olahraga selam, hamparan terumbu karang, berbagai jenis ikan, spot karang hidup, vegetasi padang lamun dan makro algae, serta banyak lagi lainnya akan menjadi pemandangan menawan menghilangkan kebosanan. Sulit ditemukan ditemukan di daerah lainnya di bangka, akibat dihancurkan oleh penambangan dikawasan laut.

Jika anda suka memancing bila sedang musim ikan, tak usah jauh-jauh ke tengah laut dengan waktu tempuh berjam-jam, yang kadang malah mengancam keselamatan jiwa. Anda cukup berhenti antara Sadai – Penutuk, 10 menit naik perahu nelayan. Sopir perahu sudah tahu di mana saja lokasi karang tempat ikan seminyak, merah dan berberbagai jenis ikan lainnya.

Manakala malam tiba, kerlap-kerlip lampu-lampu di Sadai-Penutuk menjadi pemandangan lainnya. Pukul 23.00 WIB, Sadai-Penutuk benar-benar sunyi. Kesunyiannya bisa membuat sadar kesendirian kita, toh nantinya pun kita akan sendiri, sebuah wisata spiritual yang luar biasa. [Majalah Nuansa Persada]

YUDISTIRA

Puntadewa merupakan anak kandung Pandu yang lahir di istana Hastinapura. Kedatangan Bhatara Dharma hanya sekadar menolong kelahiran Puntadewa dan memberi restu untuknya. Berkat bantuan dewa tersebut, Puntadewa lahir melalui ubun-ubun Kunti. Dalam pewayangan Jawa, nama Puntadewa lebih sering dipakai, sedangkan nama Yudistira baru digunakan setelah ia dewasa dan menjadi raja. Versi ini melukiskan Puntadewa sebagai seorang manusia berdarah putih, yang merupakan kiasan bahwa ia adalah sosok berhati suci dan selalu menegakkan kebenaran.

Masa kecil dan pendidikan


Yudistira dan keempat adiknya, yaitu Bima (Bimasena), Arjuna, Nakula, dan Sadewa kembali ke Hastinapura setelah ayah mereka (Pandu) meninggal dunia. Adapun kelima putera Pandu itu terkenal dengan sebutan para Pandawa, yang semua lahir melalui mantra Adityahredaya. Kedatangan para Pandawa membuat sepupu mereka, yaitu para Korawa yang dipimpin Duryodana merasa cemas. Putera-putera Dretarastra itu takut kalau Pandawa sampai berkuasa di kerajaan Kuru. Dengan berbagai cara mereka berusaha menyingkirkan kelima Pandawa, terutama Bima yang dianggap paling kuat. Di lain pihak, Yudistira selalu berusaha untuk menyabarkan Bima supaya tidak membalas perbuatan para Korawa.

Pandawa dan Korawa kemudian mempelajari ilmu agama, hukum, dan tata negara kepada Resi Krepa. Dalam pendidikan tersebut, Yudistira tampil sebagai murid yang paling pandai. Krepa sangat mendukung apabila tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandawa tertua itu. Setelah itu, Pandawa dan Korawa berguru ilmu perang kepada Resi Drona. Dalam pendidikan kedua ini, Arjuna tampil sebagai murid yang paling pandai, terutama dalam ilmu memanah. Sementara itu, Yudistira sendiri lebih terampil dalam menggunakan senjata tombak.

Konflik memperebutkan kerajaan

Selama Pandu hidup di hutan sampai akhirnya meninggal dunia, tahta Hastinapura untuk sementara dipegang oleh kakaknya, yaitu Dretarastra, ayah para Korawa. Ketika Yudistira menginjak usia dewasa, sudah tiba saatnya bagi Dretarastra untuk menyerahkan tahta kepada Yudhisthira, selaku putera sulung Pandu. Sementara itu putera sulung Dretarastra, yaitu Duryodana berusaha keras merebut tahta dan menyingkirkan Pandawa. Dengan bantuan pamannya dari pihak ibu, yaitu Sangkuni, Duryodana pura-pura menjamu kelima sepupunya itu dalam sebuah gedung di Waranawata, dimana gedung itu terbuat dari bahan yang mudah terbakar.

Ketika malam tiba, para Korawa membakar gedung tempat para Pandawa dan Kunti, ibu mereka, tidur. Namun, Yudistira sudah mempersiapkan diri karena rencana pembunuhan itu telah terdengar oleh pamannya, yaitu Widura adik Pandu. Akibatnya, kelima Pandawa dan Kunti berhasil lolos dari maut. Pandawa dan Kunti kemudian menjalani berbagai pengalaman sulit.

Raja Indraprastha


Setelah menikahi Dropadi, para Pandawa kembali ke Hastinapura dan memperoleh sambutan luar biasa, kecuali dari pihak Duryodana. Persaingan antara Pandawa dan Korawa atas tahta Hastinapura kembali terjadi. Para sesepuh akhirnya sepakat untuk memberi Pandawa sebagian dari wilayah kerajaan tersebut.

Korawa yang licik mendapatkan istana Hastinapura, sedangkan Pandawa mendapatkan hutan Kandawaprastha sebagai tempat untuk membangun istana baru. Meskipun daerah tersebut sangat gersang dan angker, namun para Pandawa mau menerima wilayah tersebut. Selain wilayahnya yang seluas hampir setengah wilayah kerajaan Kuru, Kandawaprastha juga merupakan ibukota kerajaan Kuru yang dulu, sebelum Hastinapura. Para Pandawa dibantu sepupu mereka, yaitu Kresna dan Baladewa, dan berhasil membuka Kandawaprastha menjadi pemukiman baru.

Para Pandawa kemudian memperoleh bantuan dari Wiswakarma, yaitu ahli bangunan dari kahyangan, dan juga Anggaraparna dari bangsa Gandharwa. Maka terciptalah sebuah istana megah dan indah bernama Indraprastha, yang bermakna "kota Dewa Indra".

Pembangunan kerajaan Amarta

Dalam versi pewayangan Jawa, nama Indraprastha lebih terkenal dengan sebutan kerajaan Amarta. Menurut versi ini, hutan yang dibuka para Pandawa bukan bernama Kandawaprastha, melainkan bernama Wanamarta.

Versi Jawa mengisahkan, setelah sayembara Dropadi, para Pandawa tidak kembali ke Hastinapura melainkan menuju kerajaan Wirata, tempat kerabat mereka yang bernama Prabu Matsyapati berkuasa. Matsyapati yang bersimpati pada pengalaman Pandawa menyarankan agar mereka membuka kawasan hutan tak bertuan bernama Wanamarta menjadi sebuah kerajaan baru. Hutan Wanamarta dihuni oleh berbagai makhluk halus yang dipimpin oleh lima bersaudara, bernama Yudistira, Danduncana, Suparta, Sapujagad, dan Sapulebu. Pekerjaan Pandawa dalam membuka hutan tersebut mengalami banyak rintangan. Akhirnya setelah melalui suatu percakapan, para makhluk halus merelakan Wanamarta kepada para Pandawa.

Yudistira kemudian memindahkan istana Amarta dari alam jin ke alam nyata untuk dihuni para Pandawa. Setelah itu, ia dan keempat adiknya menghilang. Salah satu versi menyebut kelimanya masing-masing menyatu ke dalam diri lima Pandawa. Puntadewa kemudian menjadi Raja Amarta setelah didesak dan dipaksa oleh keempat adiknya. Untuk mengenang dan menghormati raja jin yang telah memberinya istana, Puntadewa pun memakai gelar Prabu Yudistira.

Anugerah Ketentraman

Setelah menjadi Raja Amarta, Puntadewa berusaha keras untuk memakmurkan negaranya. Konon terdengar berita bahwa barang siapa yang bisa menikahi puteri Kerajaan Slagahima yang bernama Dewi Kuntulwinanten, maka negeri tempat ia tinggal akan menjadi makmur dan sejahtera. Puntadewa sendiri telah memutuskan untuk memiliki seorang istri saja. Namun karena Dropadi mengizinkannya menikah lagi demi kemakmuran negara, maka ia pun berangkat menuju Kerajaan Slagahima. Di istana Slagahima telah berkumpul sekian banyak raja dan pangeran yang datang melamar Kuntulwinanten. Namun sang puteri hanya sudi menikah dengan seseorang yang berhati suci, dan ia menemukan kriteria itu dalam diri Puntadewa. Kemudian Kuntulwinanten tiba-tiba musnah dan menyatu ke dalam diri Puntadewa. Sebenarnya Kuntulwinanten bukan manusia asli, melainkan wujud penjelmaan anugerah dewata untuk seorang raja adil yang hanya memikirkan kesejahteraan negaranya. Sedangkan anak raja Slagahima yang asli bernama Tambakganggeng. Ia kemudian mengabdi kepada Puntadewa dan diangkat sebagai patih di kerajaan Amarta.

Upacara Rajasuya

Kitab Mahabharata bagian kedua atau Sabhaparwa mengisahkan niat Yudistira untuk menyelenggarakan upacara Rajasuya demi menyebarkan dharma dan menyingkirkan raja-raja angkara murka. Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa memimpin tentara masing-masing ke empat penjuru Bharatawarsha (India Kuno) untuk mengumpulkan upeti dalam penyelenggaraan upacara agung tersebut.

Pada saat yang sama, seorang raja angkara murka juga mengadakan upacara mengorbankan seratus orang raja. Raja tersebut bernama Jarasanda dari kerajaan Magadha. Yudistira mengirim Bima dan Arjuna dengan didampingi Kresna sebagai penasihat untuk menumpas Jarasanda. Akhirnya, melalui sebuah pertandingan seru, Bima berhasil membunuh Jarasanda.

Setelah semua persyaratan terpenuhi, Yudistira melaksanakan upacara Rajasuya yang dihadiri sekian banyak kaum raja dan pendeta. Dalam kesempatan itu, Yudistira ditetapkan sebagai Maharajadhiraja. Kemudian muncul seorang sekutu Jarasanda bernama Sisupala yang menghina Kresna di depan umum. Setelah melewati penghinaan ke-100, Krishna akhirnya memenggal kepala Sisupala di depan umum.

Ketika menjadi tamu dalam acara Rajasuya, Duryodana sangat kagum sekaligus iri menyaksikan keindahan istana Indraprastha. Timbul niatnya untuk merebut kerajaan itu, apalagi setelah ia tersinggung oleh ucapan Dropadi dalam sebuah pertemuan. Sangkuni membantu niat Duryodhana dengan memanfaatkan kegemaran Yudistira terhadap permainan dadu. Yudistira memang seorang ahli agama, namun di sisi lain ia sangat menyukai permainan tersebut. Undangan Duryodana diterimanya dengan baik. Permainan dadu antara Pandawa melawan Korawa diadakan di istana Hastinapura. Mula-mula Yudistira hanya bertaruh kecil-kecilan. Namun semuanya jatuh ke tangan Duryodana berkat kepandaian Sakuni dalam melempar dadu.

Hasutan Sangkuni membuat Yudistira nekad mempertaruhkan semua hartanya, bahkan Indraprastha. Akhirnya, negeri yang dibangun dengan susah payah itu pun jatuh ke tangan lawan. Yudistira yang sudah gelap mata juga mempertaruhkan keempat adiknya secara berurutan. Keempatnya pun jatuh pula ke tangan Duryodana satu per satu, bahkan akhirnya Yudistira sendiri. Duryodana tetap memaksa Yudistira yang sudah kehilangan kemerdekaannya untuk melanjutkan permainan, dengan mempertaruhkan Dropadi. Akibatnya, Dropadi pun ikut bernasib sama.

Ratapan Dropadi saat dipermalukan di depan umum terdengar oleh Gandari, ibu para Korawa. Ia memerintahkan agar Duryodana menghentikan permainan dan mengembalikan semuanya kepada Pandawa. Dengan berat hati, Duryodhana terpaksa mematuhi perintah ibunya itu. Duryodana yang kecewa kembali menantang Yudistira beberapa waktu kemudian. Kali ini peraturannya diganti. Barang siapa yang kalah harus menyerahkan negara beserta isinya, dan menjalani hidup di hutan selama 12 tahun serta menyamar selama setahun di dalam sebuah kerajaan. Apabila penyamaran itu terbongkar, maka wajib mengulangi lagi pembuangan selama 12 tahun dan menyamar setahun, begitulah seterusnya. Akhirnya berkat kelicikan Sakuni, pihak Pandawa pun mengalami kekalahan untuk yang kedua kalinya. Sejak saat itu lima Pandawa dan Dropadi menjalani masa pembuangan mereka di hutan.

Kehidupan dalam Pembuangan

Kehidupan para Pandawa dan Dropadi dalam menjalani masa pembuangan selama 12 tahun di hutan dikisahkan pada jilid ketiga kitab Mahabharata yang dikenal dengan sebutan Wanaparwa.

Yudistira yang merasa paling bertanggung jawab atas apa yang menimpa keluarga dan negaranya berusaha untuk tetap tabah dalam menjalani hukuman. Ia sering berselisih paham dengan Bima yang ingin kembali ke Hastinapura untuk menumpas para Korawa. Meskipun demikian, Bima tetap tunduk dan patuh terhadap perintah Yudistira supaya menjalani hukuman sesuai perjanjian.

Suatu ketika para Korawa datang ke dalam hutan untuk berpesta demi menyiksa perasaan para Pandawa. Namun, mereka justru berselisih dengan kaum Gandharwa yang dipimpin Citrasena. Dalam peristiwa itu Duryodana tertangkap oleh Citrasena. Akan tetapi, Yudistira justru mengirim Bima dan Arjuna untuk menolong Duryodana. Ia mengancam akan berangkat sendiri apabila kedua adiknya itu menolak perintah. Akhirnya kedua Pandawa itu berhasil membebaskan Duryodana. Niat Duryodana datang ke hutan untuk menyiksa perasaan para Pandawa justru berakhir dengan rasa malu luar biasa yang ia rasakan.

Peristiwa lain yang terjadi adalah penculikan Dropadi oleh Jayadrata, adik ipar Duryodana. Bima dan Arjuna berhasil menangkap Jayadrata dan hampir saja membunuhnya. Yudistira muncul dan memaafkan raja kerajaan Sindu tersebut.

Peristiwa telaga beracun


Pada suatu hari menjelang berakhirnya masa pembuangan, Yudistira dan keempat adiknya membantu seorang brahmana yang kehilangan peralatan upacaranya karena tersangkut pada tanduk seekor rusa liar. Dalam pengejaran terhadap rusa itu, kelima Pandawa merasa haus. Yudistira pun menyuruh Sadewa mencari air minum. Karena lama tidak kembali, Nakula disuruh menyusul, kemudian Arjuna, lalu akhirnya Bima menyusul pula. Yudistira semakin cemas karena keempat adiknya tidak ada yang kembali.

Yudistira kemudian berangkat menyusul Pandawa dan menjumpai mereka telah tewas di tepi sebuah telaga. Muncul seorang raksasa yang mengaku sebagai pemilik telaga itu. Ia menceritakan bahwa keempat Pandawa tewas keracunan air telaganya karena mereka menolak menjawab pertanyaan sang raksasa. Sambil menahan haus, Yudistira mempersilakan Sang Raksasa untuk bertanya. Satu per satu pertanyaan demi pertanyaan berhasil ia jawab. Akhirnya, Sang Raksasa pun mengaku kalah, namun ia hanya sanggup menghidupkan satu orang saja. Dalam hal ini, Yudistira memilih Nakula untuk dihidupkan kembali. Raksasa heran karena Nakula adalah adik tiri, bukan adik kandung. Yudistira menjawab bahwa dirinya harus berlaku adil. Ayahnya, yaitu Pandu memiliki dua orang istri. Karena Yudistira lahir dari Kunti, maka yang dipilihnya untuk hidup kembali harus putera yang lahir dari Madri, yaitu Nakula.

Raksasa terkesan pada keadilan Yudistira. Ia pun kembali ke wujud aslinya, yaitu Dewa Dharma. Kedatangannya dengan menyamar sebagai rusa liar dan raksasa adalah untuk memberikan ujian kepada para Pandawa. Berkat keadilan dan ketulusan Yudistira, maka tidak hanya Nakula yang dihidupkan kembali, melainkan juga Bima, Arjuna, dan Sadewa.

Yudistira dalam masa penyamaran

Setelah 12 tahun menjalani pembuangan di hutan, kelima Pandawa dan Dropadi kemudian memasuki masa penyamaran selama setahun. Sebagai tempat persembunyian, mereka memilih Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh Wirata. Kisah ini terdapat dalam kitab Mahabharata jilid keempat atau Wirataparwa.

Yudistira menyamar dengan nama Kanka di mana ia diterima sebagai kusir kereta Raja Wirata. Bima menjadi Balawa sebagai tukang masak, Arjuna menjadi Wrihanala sebagai banci guru tari, Nakula menjadi Damagranti sebagai tukang kuda, Sadewa menjadi Tantripala sebagai penggembala sapi, sedangkan Dropadi menjadi Sailandri sebagai dayang istana.

Pada akhir tahun penyamaran Pandawa, terjadi peristiwa serangan kerajaan Kuru terhadap kekuasaan Wirata. Seluruh kekuatan kerajaan Matsya dikerahkan menghadapi tentara kerajaan Trigartha, sekutu Duryodhana. Akibatnya, istana Matsya menjadi kosong dan dalam keadaan terancam oleh serangan pasukan Hastinapura. Utara putera Wirata yang ditugasi menjaga istana, berangkat ditemani Wrihanala (Arjuna) sebagai kusir. Di medan perang Wrihanala membuka samaran dan tampil menghadapi pasukan Duryodana sebagai Arjuna. Seorang diri ia berhasil memukul mundur pasukan dari Hastinapura tersebut. Sementara itu, pasukan Wirata juga mendapat kemenangan atas pasukan Trigartha. Wirata dengan bangga memuji-muji kehebatan Utara yang berhasil mengalahkan para Korawa seorang diri. Kanka alias Yudistira menjelaskan bahwa kunci kemenangan Utara adalah Wrihanala. Hal itu membuat Wirata tersinggung dan memukul kepala Kanka sampai berdarah.

Dalam versi pewayangan Jawa, Wirata adalah nama kerajaan, bukan nama orang. Sedangkan rajanya bernama Matsyapati. Dalam kerajaan tersebut, Yudistira atau Puntadewa menyamar sebagai pengelola pasar ibu kota bernama Dwijakangka.

Saat batas waktu penyamaran telah genap setahun, kelima Pandawa dan Dropadi pun membuka penyamaran. Mengetahui hal itu, Wirata merasa sangat menyesal telah memperlakukan mereka dengan buruk. Ia pun berjanji akan menjadi sekutu Pandawa dalam usaha mendapatkan kembali takhta Indraprastha.

Yudistira saat Bharatayuddha

Ketika para Pandawa pulang ke Hastinapura demi menuntut hak yang seharusnya mereka terima, Duryodana bersikap sinis terhadap mereka. Ia tidak mau menyerahkan Hastinapura kepada Yudistira. Berbagai usaha damai dilancarkan pihak Pandawa namun selalu ditolak oleh Duryodana. Bahkan, Duryodana tetap menolak ketika Yudistira hanya meminta lima buah desa saja, bukan seluruh Indraprastha. Pada puncaknya, Duryodana berusaha membunuh duta Pandawa, yaitu Kresna, namun gagal.

Perang antara Pandawa dan Korawa tidak dapat lagi dihindari. Para pujangga Jawa menyebut peristiwa itu dengan nama Bharatayuddha. Sementara itu dalam Mahabharata kisah perang besar tersebut ditemukan pada jilid keenam sampai kesepuluh.

Awal pertempuran

Pada bagian Bhismaparwa dikisahkan bahwa sebelum perang hari pertama dimulai, Yudistira turun dari keretanya berjalan kaki ke arah pasukan Korawa yang berbaris di hadapannya. Duryodana mengejeknya sebagai pengecut yang langsung menyerah begitu melihat kekuatan Korawa dan sekutu mereka. Namun, kedatangan Yudistira bukan untuk menyerah, melainkan meminta doa restu kepada empat sesepuh yang berperang di pihak lawan. Mereka adalah Bisma, Krepa, Drona, dan Salya. Keempatnya mendoakan semoga pihak Pandawa menang. Hal itu tentu saja membuat Duryodana sakit hati.

Yudistira kembali ke pasukannya. Ia mempersilakan siapa saja yang ingin pindah pasukan sebelum perang benar-benar dimulai. Ternyata yang pindah justru adik tiri Duryodhana yang lahir dari selir, bernama Yuyutsu, yang bergerak meninggalkan Korawa untuk bergabung bersama Pandawa.

Pertempuran melawan Drona


Bisma memimpin pasukan Korawa selama sepuluh hari. Setelah ia tumbang, kedudukannya digantikan oleh Drona, yang mendapat amanat dari Duryodana supaya menangkap Yudistira hidup-hidup. Drona senang atas tugas tersebut, padahal niat Duryodana adalah menjadikan Yudistira sebagai sandera untuk memaksa para pendukungnya menyerah. Berbagai cara dilancarkan Drona untuk menangkap Yudistira. Tidak terhitung banyaknya sekutu Pandawa yang tewas di tangan Drona karena melindungi Yudistira, misalnya Drupada dan Wirata.

Akhirnya pada hari ke-15, penasihat Pandawa, yaitu Kresna menemukan cara untuk mengalahkan Drona, yaitu dengan mengumumkan berita kematian seekor gajah bernama Aswatama. Aswatama juga merupakan nama putera tunggal Drona. Kemiripan nama tersebut dimanfaatkan oleh Kresna untuk menipu Drona. Atas perintah Kresna, Bima segera membunuh gajah itu dan berteriak mengumumkan kematiannya. Drona cemas mendengar berita kematian Aswatama. Ia segera mendatangi Yudistira yang dianggapnya sebagai manusia paling jujur untuk bertanya tentang kebenaran berita tersebut. Yudistira terpaksa bersikap tidak jujur. Ia membenarkan berita kematian Aswatama tanpa berusaha menjelaskan bahwa yang mati adalah gajah, bukan putera Drona.

Jawaban Yudistira itu membuat Drona jatuh lemas. Ia membuang semua senjatanya dan duduk bermeditasi. Tiba-tiba saja Drestadyumna putera Drupada mendatanginya dan kemudian memenggal kepalanya dari belakang. Drona pun tewas seketika. Dalam peristiwa ini yang paling merasa bersalah adalah Yudistira.

Menurut versi Jawa, nama gajah yang dibunuh Bima bukan Aswatama, melainkan Hastitama. Ketika Drona menanyakan hal itu, Puntadewa menjawab bahwa yang mati adalah Hastitama, namun dengan suara yang sangat pelan. Akibatnya, terdengar oleh Drona bahwa yang mati adalah Aswatama. Selanjutnya, Drona yang lengah pun tewas dipenggal Drestadyumna.

Pertempuran melawan Salya

Salya adalah kakak ipar Pandu yang terpaksa membantu Korawa karena tipu daya mereka. Pada hari ke-18, ia diangkat sebagai panglima oleh Duryodana. Akhirnya ia pun tewas terkena tombak Yudistira.

Naskah Bharatayuddha berbahasa Jawa Kuno mengisahkan bahwa Salya memakai senjata bernama Rudrarohastra, sedangkan Yudistira memakai senjata bernama Kalimahosaddha. Pusaka Yudistira yang berupa kitab itu dilemparkannya dan tiba-tiba berubah menjadi tombak menembus dada Salya.

Sementara itu menurut versi pewayangan Jawa, Salya mengerahkan ilmu Candabirawa berupa raksasa kerdil mengerikan, yang jika dilukai jumlahnya justru bertambah banyak. Puntadewa maju mengheningkan cipta. Candabirawa lumpuh seketika karena Puntadewa telah dirasuki arwah Resi Bagaspati, yaitu pemilik asli ilmu tersebut. Selanjutnya, Puntadewa melepaskan Jamus Kalimasada yang melesat menghantam dada Salya. Salya pun tewas seketika.

Tantangan bagi Duryodana

Setelah kehabisan pasukan, Duryodhana bersembunyi di dasar telaga. Kelima Pandawa didampingi Kresna berhasil menemukan tempat itu. Duryodana pun naik ke darat siap menghadapi kelima Pandawa sekaligus. Yudistira menolak tantangan Duryodhana karena Pandawa pantang berbuat pengecut dengan cara main keroyok, sebagaimana para Korawa ketika membunuh Abimanyu pada hari ke-13. Sebaliknya, Duryodana dipersilakan bertarung satu lawan satu melawan salah seorang di antara lima Pandawa. Apabila ia kalah, maka kerajaan harus dikembalikan kepada Pandawa. Sebaliknya apabila ia menang, Yudistira bersedia kembali hidup di hutan.

Bima terkejut mendengar keputusan Yudistira yang seolah-olah memberi kesempatan Duryodana untuk berkuasa lagi, padahal kemenangan Pandawa tinggal selangkah saja. Dalam hal ini Yudistira justru menyalahkan Bima yang dianggap kurang percaya diri. Duryodana meskipun bersifat angkara murka namun ia juga seorang pemberani. Ia memilih Bima sebagai lawan perang tanding, yang paling gagah di antara kelima Pandawa. Setelah pertarungan sengit terjadi cukup lama, akhirnya menjelang senja Duryodana berhasil dikalahkan dan kemudian menemui kematiannya.

Maharaja dunia

Setelah perang berakhir, Yudistira melaksanakan upacara Tarpana untuk memuliakan mereka yang telah tewas. Ia kemudian diangkat sebagai raja Hastinapura sekaligus raja Indraprastha. Yudistira dengan sabar menerima Dretarastra sebagai raja sepuh di kota Hastinapura. Ia melarang adik-adiknya bersikap kasar dan menyinggung perasaan ayah para Korawa tersebut.

Yudistira kemudian menyelenggarakan Aswamedha Yadnya, yaitu suatu upacara pengorbanan untuk menegakkan kembali aturan dharma di seluruh dunia. Pada upacara ini, seekor kuda dilepas untuk mengembara selama setahun. Arjuna ditugasi memimpin pasukan untuk mengikuti dan mengawal kuda tersebut. Para raja yang wilayah negaranya dilalui oleh kuda tersebut harus memilih untuk mengikuti aturan Yudistira atau diperangi.

Akhirnya semuanya memilih membayar upeti. Sekali lagi Yudistira pun dinobatkan sebagai Maharaja Dunia setelah Upacara Rajasuya dahulu.

Setelah permulaan zaman Kaliyuga dan wafatnya Kresna, Yudistira dan keempat adiknya mengundurkan diri dari urusan duniawi. Mereka meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifat keterikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi Bharatawarsha lalu menuju puncak Himalaya. Di kaki gunung Himalaya, Yudistira menemukan anjing dan kemudian hewan tersebut menjdi pendamping perjalanan Pandawa yang setia. Saat mendaki puncak, satu per satu mulai dari Dropadi, Sadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh kesalahan dan dosa yang pernah mereka perbuat. Hanya Yudistira dan aningnya yang berhasil mencapai puncak gunung, karena kesucian hatinya.

Dewa Indra, pemimpin masyarakat kahyangan, datang menjemput Yudistira untuk diajak naik ke swarga dengan kereta kencananya. Namun, Indra menolak anjing yang dibawa Yudistira dengan alasan bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk swarga. Yudistira menolak masuk swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingnya. Indra merasa heran karena Yudistira tega meninggalkan saudara-saudaranya dan Dropadi tanpa mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka, namun lebih memilih untuk tidak mau meninggalkan seekor anjing. Yudistira menjawab bahwa bukan dirinya yang meninggalkan mereka, tapi merekalah yang meninggalkan dirinya.

Kesetiaan Yudistira telah teruji. Anjingnya pun kembali ke wujud asli yaitu Dewa Dharma. Bersama-sama mereka naik ke sorga menggunakan kereta Indra. Namun ternyata keempat Pandawa tidak ditemukan di sana. Yang ada justru Duryodana dan adik-adiknya yang selama hidup mengumbar angkara murka. Indra menjelaskan bahwa keempat Pandawa dan para pahlawan lainnya sedang menjalani penyiksaan di neraka. Yudistira menyatakan siap masuk neraka menemani mereka. Namun, ketika terpampang pemandangan neraka yang disertai suara menyayat hati dan dihiasi darah kental membuatnya ngeri. Saat tergoda untuk kabur dari neraka, Yudistira berhasil menguasai diri. Terdengar suara saudara-saudaranya memanggil-manggil. Yudistira memutuskan untuk tinggal di neraka. Ia merasa lebih baik hidup tersiksa bersama sudara-saudaranya yang baik hati daripada bergembira di sorga namun ditemani oleh kerabat yang jahat. Tiba-tiba pemandangan berubah menjadi indah. Dewa Indra muncul dan berkata bahwa sekali lagi Yudistira lulus ujian. Ia menyatakan bahwa sejak saat itu, Pandawa Lima dan para pahlawan lainnya dinyatakan sebagai penghuni Surga.

Menurut versi pewayangan Jawa, kematian para Pandawa terjadi bersamaan dengan Kresna ketika mereka bermeditasi di dalam Candi Sekar. Namun, versi ini kurang begitu populer karena banyak dalang yang lebih suka mementaskan versi Mahabharata yang penuh dramatisasi sebagaimana dikisahkan di atas. [id.wikipedia.org - foto : flickr.com]