Rabu, 02 November 2011

Kontroversi Yayasan New 7 Wonders Pulau Komodo

Saat ini media-media di Indonesia gencar mempromosikan Pulau Komodo untuk menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia, selain itu mantan Wakil Presiden Indonesia Bpk. Jusuf Kalla pun menjadi salah satu duta Pulau Komodo untuk menjadi salah satu dari keajaiban dunia ini. Hampir di setiap saat kita mendengar, melihat iklan mengenai permintaan dukungan khususnya dengan mengirimkan SMS untuk menjadikan Pulau Komodo Indonesia menjadi tujuh keajaiban dunia.

Kontroversi Yayasan New 7 Wonders

Tetapi saat ini kredibilitas lembaga yang mengadakan polling memilih keajaiban dunia ini diragukan karena dikabarkan tidak jelas alamat keberadaannya. Hal ini menjadi polemik dan Kontroversi Yayasan New 7 Wonders yang memprakarsai acara kegiatan ini.

Hal ini terungkap dari pernyataan Duta Besar Indonesia untuk negara Swiss Djoko Susilo yang telah melakukan investigasi tentang keberadaan Yayasan Seven Wonder tersebut. Pihak KBRI telah melakukan penyelidikan mengenai alamat dari Yayasan tersebut, mereka melaporkan bahwa alamat kode pos N7W Foundation yaitu Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8034 Zurich ternyata tak sesuai. Alamat kode posnya seharusnya Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8008 Zurich, di mana terdapat Museum Heidi Weber yang diarsiteki Le Corbusier. Museum itu dibangun pada 1967 dan hanya buka pada musim panas (Juni, Juli, Agustus) dari pukul 14.00 – 17.00, hal ini yang menjadi salah satu yang mendasari informasi mengenai Kontroversi Yayasan New 7 Wonders.

Penyelidikan oleh pihak KBRI juga menemukan, sebagai yayasan, keberadaan New Seven Wonder unik. Yayasan itu tak jelas alamatnya, kecuali alamat email. Disebutkan bahwa New7Wonder ini berdiri di Panama, berbadan hukum Swiss, dan pengacaranya berada di Inggris. Di mata masyarakat Swiss sendiri pendiri Yayasan N7W atau New Seven Wonder, yaitu Bernard Weber, tidak dikenal. Yayasan itu pun bukan bagian dari UNESCO.

UNESCO merupakan lembaga Badan Perserikatan Dunia yang mengurusi Kebudayaan, pendidikan dan masalah sosial. di website UNESCO sendiri mengatakan bahwa pihak UNESCO tidak terlibat dalam acara kegiatan penyematan tujuh keajaiban alam ini. Di jelaskan di dalam Websitenya juga bahwa terjadi perbedaan metode yang digunakan dalam menentukan keajaiban alam, karena Yayasan New Seven Wonders ini hanya menggunakan polling atau vote terbanyak tanpa melihat aspek dan sisi ilmiah, sejarah, serta sosial masyarakat. Untuk lengkapnya bisa dilihat diwebsite UNESCO disini. Hal ini juga terlihat dari waktu pemilihan yang sudah berlangsung hampir 4 tahun yaitu sejak tahun 2007, dan katanya akan disematkan tanggal 11 November 2011 nanti.

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menarik diri untuk terlibat lebih jauh pemilihan 7 Keajaiban Alam ini, karena pada waktu itu Pemerintah Indonesia disyaratkan membayar sejumlah uang yang sangat besar kepada Yayasan N7W ini. Tetapi saat ini promosinya di urus oleh pihak swasta.

Jika dilihat lebih jauh pemilihan ini layaknya pemilihan Miss Universe atau Miss World dimana yang mengadakan adalah yayasan swasta yang memang profit oriented sifatnya. Maka bisa kita duga bahwa pemilihan tujuh keajaiban dunia ini sebetulnya memiliki konsep yang sama dengan pemilihan Miss Universe dan Miss World, cuma yang dipilih ini adalah keajaiban dunia.

Tidak ada yang salah sebetulnya dalam Kontroversi Yayasan New 7 Wonders , karena memang pada awalnya pihak swasta yang mengadakan kegiatan ini. Sehingga sangat wajar mereka mencari dana untuk mendukung kegiatan mereka, khususnya melalui SMS atau promosi lainnya. Dan masyarakat yang mendukung pun tidak salah karena memang ini merupakan salah satu kecintaan kita terhadap salah satu aset berharga milik Indonesia.

Cuma yang jangan sampai dilupakan adalah euforia dari Pemilihan tujuh keajaiban alam ini malah kita melupakan kondisi alam dan kehidupana di Pulau Komodo. Jangan sampai kita berpesta membicarakan Kebanggaan Komodo, disisi lain Pulau Komodo tercekik dan dilupakan tanpa ada perhatian langsung. Mungkin alangkah Lebih baik kita membantu konservasi taman komodo secara langsung, daripada sekedar mengirim SMS.

http://cdn.indonesia.travel/media/images/upload/news/625e363ce3.jpg

Kontroversi Yayasan New 7 Wonders

Maldives withdraws from New7Wonders of Nature competition, citing concerns over escalating fees

The Maldives has decided to immediately and unilaterally withdraw from the New7Wonders of Nature competition because of the New7Wonders organiser’s demand for expensive license fees and sponsorship packages in order to compete meaningfully in the remainder of the competition.

With regret, we are withdrawing from this competition because of the unexpected demands for large sums of money from the New7Wonders organisers. We no longer feel that continued participation in this competition is in the economic interests of the Maldives,” said Thoyyib Mohamed, Minister of State for Tourism, Arts and Culture, and Chairman of the Maldives Marketing and PR Corporation (MMPRC).

The Maldives originally agreed to participate in the New7Wonders of Nature competition in early 2009 and paid a participation administration fee of $199. However, the details of the joint initiatives and escalating costs were not clearly outlined prior to signing. Recently, the New7Wonders organisers have repeatedly asked the Maldives to pay significantly more money, including:

  • A Platinum sponsorship license fee at US $350,000.

  • Two Gold sponsorship license fees at US $210,000 each.

  • The sponsorship of a ‘World Tour’ event, whereby the Maldives would pay for a delegation of people to visit the country, provide hot air balloon rides, press trips, flights, accommodation, communications etc.

  • US $1,000,000 license fee for a national telecom provider to participate in New7Wonders campaign – later reduced to US $500,000 on appeal.

  • US $1,000,000 license fee for a Maldives based airline to display logo on aircraft.

The MMPRC repeatedly asked the New7Wonders organisers if there was a way to stay in the competition without paying significant sums of money. The New7Wonders organisers eventually stated that the Maldives could host a “protocol visit” for a delegation of the New7Wonders organisers, in which the Maldives would incur “flights and logistical costs etc.” The New7Wonders organisers pointed out, however, that “in our previous campaign for the man made Official New7Wonders of the World, all the winners had highly successful World Tour Events” and added “you do need sponsorship to participate fully in initiatives such as the World Tour event visit”

While the Maldives has invested considerable time and effort in campaigning for the New7Wonders of Nature competition, the country has not spent significant sums of money on the campaign. After extensive discussions with tourism industry stakeholders, the Maldives has decided to withdraw from the competition with immediate effect.

The Maldives would like to note the press release from UNESCO dated July 9, 2007 which states: “Although UNESCO was invited to support this (the previous“New7Wonders of the World” competition) project on several occasions, the Organisation decided not to collaborate”

The Maldives further notes concerns raised by lawyers acting for the Indonesia Ministry of Tourism, in regards to Komodo Island’s participation in the New7Wonders of Nature competition.

Finally, the Maldives is perplexed with the recent inconsistent patterns of the rankings of the competitors at this stage of the competition and the lack of detailed information and transparency as to how this is calculated

UNESCO confirms that it is not involved in the "New 7 wonders of the world" campaign

Monday, July 9, 2007

In order to avoid any damaging confusion, UNESCO wishes to reaffirm that there is no link whatsoever between UNESCO's World Heritage programme, which aims to protect world heritage, and the current campaign concerning "The New 7 Wonders of the World".

This campaign was launched in 2000 as a private initiative by Bernard Weber, the idea being to encourage citizens around the world to select seven new wonders of the world by popular vote.

Although UNESCO was invited to support this project on several occasions, the Organization decided not to collaborate with Mr. Weber.

UNESCO's objective and mandate is to assist countries in identifying, protecting and preserving World Heritage. Acknowledging the sentimental or emblematic value of sites and inscribing them on a new list is not enough. Scientific criteria must be defined, the quality of candidates evaluated, and legislative and management frameworks set up. The relevant authorities must also demonstrate commitment to these frameworks as well as to permanently monitoring the state of conservation of sites. The task is one of technical conservation and political persuasion. There is also a clear educational role with respect to the sites' inherent value, the threats they face and what must be done to prevent their loss.

There is no comparison between Mr Weber's mediatised campaign and the scientific and educational work resulting from the inscription of sites on UNESCO's World Heritage List*. The list of the "7 New Wonders of the World" will be the result of a private undertaking, reflecting only the opinions of those with access to the internet and not the entire world. This initiative cannot, in any significant and sustainable manner, contribute to the preservation of sites elected by this public.

New 7 Wonders Menuai Kontroversi

1320051615306431824

KOMPAS.com/NI LUH MADE PERTIWI F. (Jusuf Kalla Jadi Duta Pulau Komodo)

Beberapa hari ini, New 7 wonder sedang gencar-gencarnya diperbincangkan di media massa. baik televisi, radio, media online, cetak menyuarakan agar warga Indonesia memberikan dukungan sebanyak-banyaknya dengan mengirim sms ke 9818. Hal ini dilakukan agar pulau komodo menjadi juara di kompetisi 7 keajaiban dunia.

Namun, disamping itu new 7 wonder ternyata kini tengah menuai kontroversi. Ada beberapa nomine yang mengundurkan diri karena beberapa alasan. salah satunya, Maladewa yang memutuskan mundur dari persaingandi kompetisi 7 keajaiban dunia. namun alasannya apa? seperti yang dilansir dalam situs resmi pemasaran dan hubungan masyarakat Maladewa, bahwa penyelenggara tidak transparan dalammenjelaskan bagaiamana cara mereka menghitung dukungan.

heeemmm, well. kalau kalian mengikuti berita-berita mengenai new 7 wonder, pasti kalian tau kan bagaimana kerjasama kompetisi ini dengan para provider telekomunikasi demi melancarkan voter untuk mendukung komodo. yup, seperti yang diketahui dulu sms dukungan ini bernilai Rp 1000, sekarang demi meraih kemenangan, smsnya hanya dikenai Rp 1.

Dan mereka mengakui bahwa saat ini sudah dibanjiri dukungan oleh para voter, bahkan diprediksi dukungan akan meningkat pada masa berakhirnya pemilihan tgl 11 november nanti.

Rasa penasran timbul dibenak voter setelah ketua pendukung pemenangan, aktivis lingkungan Emmy Hafild mengatakan bahwa saat ini pendukung komodo mencapai puluhan juta, meskipun tidak boleh disebutkan berapa voter yang mendukung. dengan alasan, peraturan dari panitia penyelenggara the 7 wonders melarang peserta memberikan rincian voters karena kompetisi ini tidaklah menggunakan penghargaan juara satu, dua dan tiga.

dilansir kabar dari beberapa media, setelah banyak dipertanyakan, operator & CP turunkan tarif jadi Rp 1. nah, ketika masih Rp 1.000 tidak jelas apakah dana, benar disalurkan untuk Komodo atau turisme indonesia?. nah loh! :D ditambah banyaknya dukungan figur publik termasuk JK&SBY, jadi makin tidak jelas berapa pembagian hasil antara CP, operator & pemerintah/pihak lainnya yg mengurusi pulau komodo.

namun tidak hanya itu alasan nomine mengundurkan diri. yang lainnya karena biaya-biaya yang tak terduga yang terus menigkat jumlahna. bahkan mereka menyebut harus membayar sponsor platinum mencapai $350 ribu, dua biaya sponsor emas dengan total $420 ribu, mensponsori tur dunia dengan menerima kunjungan delegasi, juga menyediakan perjalanan balon udara, penerbangan, akomodasi, lalu kunjungan wartawan seperti biaya $1 juta bagi penyedia layanan telepon utnuk berpartisipasi dlam kampanye new 7 wonder, dan $1 juta lagi masakapai bisa menempelkan logo new 7 wonder di pesawat-pesawat mereka.

memang sungguh luar biasa biaya-biayanya hanya demi sebuah predikat keajaiban saja. padahal tanpa seperti ini, reputasi komodo itu sudah diakui menjadi tujuan wisata dunia. coba saja banyak wisatawan2 yang berkunjung kesana.

kalau dipikir-pikir, lebih baik ya biaya jutaan dolar itu digunakan untuk kampanye wisata-wisata yang lainnya yang tidak kalah menakjubkan yang ada di Indonesia daripada demi membayar biaya-biaya lisensi pada sebuah perusahaan yang tidak jelas reputasinya?

dan perlu kalian tau bahwa lembaga new 7 wonder ini sama sekali tidak terhubung dengan lembaga UNESCO di bawah PBB. Malahan UNESCO itu sudah menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986.

dan sejak 2007, Unesco pun menyatkan bahwa mereka sudah berkali-kali diajak bekerjasama oleh organisasit itu (new 7 wonder) tapi mereka lebih memilih untuk tidak berpartisipasi. bahkan, UNESCO sampai mengaskan bahwa yang mereka lakukan dengan penetapan situs-situs warisan dunia sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh new 7 wonder.

Maka ketika UNESCO mengatakan, “tidak ada yang bisa dibandingkan antara kampanye media yang dilakukan Tuan Weber dengan pekerjaan ilmiah dan proses pendidikan yang kami lakukan di UNESCO sehingga menghasilkan daftar situs-situs Warisan Dunia,” itu artinya mereka sedang memberi peringatan keras akan cara kerja lembaga ini.

kalau sudah seperti ini, kenapa pemerintah masih saja ngotot memenangkan komodo dalam kompetisi yang tidak jelas cara penjuriannya ini? padahal UNESCO loh yang sudah memberikan pernyataan seperti diatas itu. kan tidak mungkin juga kalau pemerintah tidak tahu mengenai hal ini. heeem okelah yaa, kalau kalaupun Indonesia nantinya menang, Indonesia tidak boleh mencantumkan predikat pemenang New 7 Wonders of Nature pada P. Komodo (di media promosi, di publikasi, di dokumen resmi, dll) kecuali membayar LISENSI kpd New 7 Wonders Foundation.

nah loh kalau begini jadinya, masih vote komodo ato gak? :D hayoooooo hayooooo :D:D

ini alasan mengapa tidak perlu dukung komodo di sms kontes New 7 Wonders

Selama beberapa minggu terakhir ini saya bolak-balik dapat SMS dari teman-teman yang menyarankan untuk mendukung Pulau Komodo sebagai salah satu Tujuh Keajaiban versi baru. Caranya cukup mudah dan butuh pulsa hanya satu rupiah per pesan. Sejujurnya saya nggak langsung ambil tindakan mendukung. Bahkan sampai sekarang saya belum kirim SMS.
Bukannya nggak punya pulsa, tapi saya nggak tahu manfaat pasti yang bisa diberikan dari bentuk dukungan ini.
Ada yang bilang dengan menjadikan pulau Komodo sebagai New Seven Wonder maka secara otomatis akan mempromosikan potensi Wisata
Indonesia, khususnya pulau Komodo. Saya kok malah meragukan pernyataan tersebut. emangnya menarik atau tidaknya obyek Wisata
ditentukan oleh label dari organisasi lain. Menurut saya, keaslian obyek Wisata itu sendiri justru yang menjadi daya tarik utama. Biarpun ada organisasi besar yang kasih level the best tapi kalau memang realnya jelek, wisatawan pun nggak akan mau melirik.

KITA BISA PROMOSIKAN POTENSI Wisata SENDIRI

Untuk menghilangkan rasa ragu-ragu ini, saya coba googling dan menemukan beberapa informasi menarik seputar SMS dukungan untuk pulau Komodo। Kontes ini sejak awal memang mengundang pro dan kontra, baik di tingkat pejabat negara maupun marketer di Indonesia। Beberapa fakta diantaranya:

1. Maladewa mundur sebagai salah satu peserta New karena nggak mau diperas oleh panitia. Setahu saya memang demikian. Organisasi yang kasih label New Seven Wonder meminta sejumlah uang kepada para nominator.Tujuannya untuk apa saya juga belum paham, Ini hal yang aneh, mau kasih penghargaan Malah minta uang, Malah justru biasanya yang dapat juara itu yang di kasih .


2. Mantan Menbudpar Jero Wacik pernah menyatakan kalau yayasan yang menjadi Penyelenggara Kontes Nwew Seven Wonders tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Bahkan UNESCO pun tidak mendukung kompetisi New 7 Wonders. Nah, kalau organisasi sebesar PBB saja nggak mendukung kontes macam ini, lalu apa kita mau bunuh diri dengan membeli label palsu.

3. Indonesia pernah dicoret secara sepihak dari kompetisi New 7 Wonders karena tidak bisa menjadi tuan rumah penyelenggaraan kompetisi dengan biaya sekitar 400 miliar rupiah. What? 400 miliar? Dana segede itu apa nggak lebih bermanfaat kalau dipakai untuk kebutuhan pendidikan anak jalanan? Kontes produk kapitalisme macam ini justru berpeluang membuat negara kita jadi lebih miskin.

Makanya, saya merasa bersyukur karena belum sempat kirim SMS dukungan buat pulau Komodo untuk dijadikan lokasi Tujuh Keajaiban Dunia yang baru. Kalau mau jujur nih, tanpa diminta pun pulau itu sudah menjadi Keajaiban Dunia. Habitat asli komodo cuma ada disana, dan itulah daya tarik utama wisata pulau Komodo. Kita nggak perlu beli label dari orang luar untuk promosikan potensi wisata dalam negeri. Saya menghimbau jangan mau dibohongi organisasi nggak jelas macam penyelenggara itu.

Bagaimana dengan Anda, apakah masih mau kirim SMS dukungan untuk Pulau Komodo sebagai New Seven Wonder?